PT Angkasa Pura I (Persero) sebagai pemrakarsa dan PT Pembangunan Perumahan (PT. PP) sebagai pelaksana teknis, dinilai merusak tanaman-tanaman pangan siap panen dan pepohonan sumber ekonomi milik Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP KP).
Direktur Eksekutif
Human Rights Working Group (HRWG), Muhammad Hafiz menyatakan prihatin atas peristiwa yang menimpa warga Kulon Progo yang mengalami penggusuran secara paksa oleh aparatur negara dan PT Angkasa Pura I.
"Negara yang seharusnya memastikan bahwa perlindunÂgan warga terhadap pengusiran paksa dan hak asasi manusia atas perumahan yang layak, malah bertindak sebaliknya," katanya, kemarin.
Lahan pertanian yang menjadi sumber ekonomi masyarakat di Kulon Progo juga telah dirusak oleh PT Angkasa Pura yang saat itu datang dengan dikawal oleh TNI, Polri, dan Satpol PP. Bahkan alat pertanian warga berupa mesin diesel, alat semprot air, pipa air, dan berbagai alat lainÂnya juga dirusak.
Menurut Hafiz, tindakan ini tidak sesuai dengan prinsip laranganpengusiran paksa Komite Ekosob. Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Ekosob tersebut, sebagaimana tertuang di dalam Komentar Umum No. 7 Hak atas Perumahan Layak dalam Pasal 11 (1) Konvensi Ekosob.
Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi menambahÂkan, pihaknya menyayangkan adanya tindakan PT Angkasa Pura Iyang tidak melibatkan pendampingan Komnas HAM untuk menjamin bahwa tidak terjadi pelanggaran HAM dalam proses pengosongan lahan.
"Seharusnya penilaian dampak terhadap HAM dilakukan sejak awal sebagaimana sesuai dengan Komentar Umum No. 7 Komite Ekosob terkait hak atas peruÂmahan layak," ujarnya. Dirinya mendesak agar PT Angkasa Pura Idan PT PP menghentikan proses pengosongan lahan untuk New Yogyakarta International Airport (NYIA).
Paling tidak untuk menjamin bahwa penggusuran memenuhi prinsip-prinsip dasar dan pedoÂman terhadap penggusuran pakÂsa PBB dan nilai-nilai Hukum HAM Internasional. ***
BERITA TERKAIT: