Toto mengatakan, selama ini NOC Indonesia yaitu Pertamina memang tertinggal dibandingkan NOC negara lain. Bahkan untuk kawasan regional, NOC kebanggaan tanah air itu masih relatif lebih kecil dibandingkan Petronas Malaysia, baik dari sisi in terms of asset maupun revenue atau keuntungannya.
Namun, dengan terbentuknya Holding BUMN Migas di mana Pertamina adalah induk holding, kata Toto, peluang untuk mengejar ketertinggalan itu menjadi besar.
"Dengan terbentuknya Holding Company Migas, diharapkan value creation bisa lebih cepat dilakukan sehingga size Pertamina sebagai NOC bisa lebih kompetitif," kata Toto yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis ( LM FEB) UI, melalui keterangannya, Kamis (5/7).
NOC negeri Jiran tersebut, menurut Toto, memang bisa menjadi contoh paling sederhana. Perusahaan tersebut sebelumnya berdiri sendiri dan kemudian berubah menjadi perusahaan yang sangat kuat setelah menjadi sebuah holding.
"Petronas adalah holding yang memiliki bisnis di hulu dan hilir Migas. Sinergi bisa diciptakan karena mereka juga berfungsi sebagai regulator seperti Pertamina masa dulu," lanjut Toto.
Peningkatan daya saing tersebut, menurut Toto, tak lepas dari dampak positif holding, baik dari sisi efisiensi maupun legal.
Dengan menjadikan Pertamina sebagai induk holding yang membawahi PGN dan Pertagas, maka Holding BUMN Migas bisa membuat efisiensi radikal pada kebijakan open access. Artinya, satu pipa yang sama bisa dipakai multi operator sehingga tidak lagi terjadi pemborosan (redundancy).
Sementara dari sisi legal, kata dia, juga akan terjadi konfirmasi positif. Dalam hal ini, Pertamina sebagai holding energi memiliki bargaining position yang lebih kuat, baik dari sudut finansial dan institusional.
"Dengan demikian, maka proses value creation bisa lebih cepatdilaksanakan," katanya.
[fiq]
BERITA TERKAIT: