Direktur Budget for Analys, Uchok Sky Khadafy menyebut salah satu contoh, pengangkatan direksi PT Jasa Armada Indonesia Tbk (JAI) yang statusnya merupakan perusahaan publik.
Sesuai aturan Bursa Efek Indonesia (BEI) setiap pergantian pengurus, perusahaan Tbk harus melakukan pengumuman terlebih dahulu dan penetapannya melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Sebagai perusahaan publik pergantian direksi harus mengikut aturan bursa. Jika hal itu tidak dilakukan berarti pelanggaran," tegas Uchok kepada wartawan di Jakarta, Jumat (9/3).
Menurut Ucok, Pelindo II sebagai pemegang saham mayoritas dan BUMN jelas menunjukkan tidak tertib aturan.
"Setiap BUMN harus menjadi contoh bagi pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) yang baik. Jika BUMN sekelas Pelindo II mengabaikan GCG tentu dampaknya sangat buruk bagi pemerintahan ini," ujar Ucok menambahkan.
JAI melakukan listing perdana sahamnya pada 22 Desember 2017. Emiten dengan kode saham IPCM ini menetapkan harga saham perdana di level Rp 380 per saham.
Pelindo II melakukan rotasi puluhan jabatan strategis di lingkungan BUMN Pelabuhan ini.
Informasi yang diperoleh, M. Iqbal sebagai direktur Armada dan Teknis di JAI ditetapkan tanpa melalui RUPS. Manajemen Pelindo II juga mengangkat sejumlah orang untuk menempati jabatan direksi di perusahaan yang belum terbentuk.
Hal itu terjadi pada penetapan Bagus Dwipoyono sebagai direktur utama dan Rudi Istiawan sebagai direktur Keuangan Maritime Tower, sebuah entitas anak perusahaan yang belum terbentuk di Pelindo II.
"Kementerian BUMN harus segera memanggil direksi Pelindo II dan membatalkan mutasi yang tidak sesuai etika dan aturan itu. BUMN seharusnya menjadi contoh yang baik bagi setiap korporasi di Indonesia," tegas Uchok.
[wid]
BERITA TERKAIT: