Asosiasi Fintech Protes Dilarang Pake Logo OJK

Sudah Terdaftar, Merasa Dapat Restu

Rabu, 07 Maret 2018, 11:21 WIB
Asosiasi Fintech Protes Dilarang Pake Logo OJK
Foto/Net
rmol news logo Larangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seputar pencantuman logo OJK pada layanan keuangan berbasis digital (financial technology/fintech) mengundang protes. Karena larangan tersebut dinilai berlawanan dengan Peraturan OJK (POJK).

Wakil Ketua Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Adrian Gunadi bilang, kelahiran fintech sudah mendapatkan restu dari otoritas keuangan melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 soal Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Infor­masi (Peer to Peer/P2P).

Itu berarti, OJK sebagai wasit industri keuangan menyepakati aktivitas usaha fintech adalah legal atau tidak melanggar ke­tentuan. Lagi pula, pasal 35 ayat B POJK tersebut menyebutkan, perusahaan yang terdaftar harus mencantumkan logo OJK.

"Logo itu sejalan dengan POJK 77. Kalau sudah terdaftar, hukumnya harus mencantumkan logo. Dengan melarang pencantuman logo, berarti bertolak belakang dengan landasan hukum yang diterbitkan oleh OJK sendiri," protesnya di Jakarta, kemarin.

Bahkan, lanjut Adrian, penye­dia layanan P2P lending seharu­nya juga mendapat perlindungan oleh asuransi penjaminan. "Hal semacam ini yang dapat didorong OJK," tukasnya.

Adrian kemudian menjelas­kan, model bisnis dari industri layanan pinjam meminjam uang memiliki segmentasi yang berbe­da-beda. Fintech layanan pinjam meminjam uang di Indonesia atau peer to peer lending (P2P), ada yang fokus ke dana talangan konsumen di bawah Rp 3 juta dengan jangka waktu pinjaman kurang dari satu minggu. Ada pula dana talangan yang men­capai Rp 2 miliar dengan termin pembayaran sampai 12 bulan.

"Hal tersebut ditawarkan merujuk pada tingkat bunga pinja­man bank atau lembaga keuan­gan lainnya. Tentu karakteristik produk dan pendekatan mitigasi risikonya berbeda untuk masing-masing layanan, sehingga inilah yang menentukan tingkat bunga pinjaman yang ditawarkan den­gan tetap menekankan pada aksesibilitas dan kecepatan proses," tuturnya.

Adrian bilang, berdasarkan POJK 77/2016 layanan pinjam meminjam uang berbasis teknolo­gi informasi adalah penyelengga­raan layanan jasa keuangan, untuk mempertemukan pemberi pinja­man dengan penerima pinjaman secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

"Jadi kami meminta OJK untuk mengawasi secara propor­sional kegiatan teknologi finan­sial, khususnya yang bergerak di usaha layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi infor­masi,"  imbaunya.

Tak hanya itu, Adrian juga menekankan, OJK perlu mem­perketat pengawasan terhadap fitur-fitur yang menentukan kesungguhan operasi dan kinerja sebuah usaha layanan pinjam meminjam uang.

"Fitur tersebut terutama me­nyangkut tata kelola usaha yang baik melalui transparansi transaksi, manajemen risiko yang menekan rasio kredit bermasalah (nonper­forming loan/NPL)," tuturnya.

Ia juga menilai fungsi kontrol yang baik dari pihak regula­tor akan otomatis menyeleksi pelaku usaha yang tidak sung­guh-sungguh.

"Kegiatan usaha yang diatur dan dilindungi oleh regulasi OJK justru menjaga pelaku fintech dari kemungkinan menyalahgu­nakan dana masyarakat, karena penyaluran dananya dipantau melalui mekanisme perbankan. Potensi kolaborasi fintech dan institusi keuangan lainnya bah­kan terus meningkat dalam waktu dekat," cetus CEO Investree ini.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso sebelumnya menyatakan, lembaganya saat ini tidak mengawasi kinerja fintech dalam mengelola keuangan. OJK hanya mengawasi dari sisi per­lindungan konsumen. Masyarakat perlu waspada risikonya, terutama platform pinjaman. "Yang kami ingin dorong adalah bagaimana fintech ini transparan," ujarnya.

Seperti diketahui saat ini, se­jumlah fintech sengaja mencan­tumkan logo OJK saat beriklan guna memberikan konsumen rasa aman untuk menempakan dana di fintech.

"Pencantuman logo tersebut, sering kali menimbulkan kesan adanya jaminan keamanan dari OJK. Nanti tidak boleh lagi mereka (fintech) mencantumkan logo OJK. Kalau bangkrut, me­mang OJK yang akan tanggung jawab? Itu yang akan tanggung jawab pemegang saham dan pemilik dana," tegas dia.

Berinvestasi atau menempat­kan dana di fintech, menurut Wimboh, ibarat menaruh dana di saham. Risiko kehilangan dana sepenuhnya ditanggung oleh pemilik dana. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA