Sekretaris Umum Perum Bulog Siti Kuwati mengungÂkapkan, sampai saat ini beras masih dalam proses pengiriman. Jika tidak ada aral melintang, beras Bulog bakal tiba sebelum Maret 2018.
"Insya Allah sebelum Maret, karena tanggal 28 Februari harus sudah sampai semuanya," kata Siti kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Dari rencana awal akan mendatangkan sebanyak 500 ribu ton, belakangan target berubah drastis menjadi 281 ribu ton yang akan masuk ke Indonesia. Jumlah tersebut sebagian sudah ada yang sampai ke Indonesia, tapi masih dalam proses bongkar. "Sekitar 70 ribu ton yang selesai proses bongkarnya," katanya.
Siti memastikan, kedatangan beras impor masih dalam perÂjalanan dan ada yang dalam proses pengiriman dari negara asalnya. Untuk sementara, total realisasi impor beras baru menÂcapai 87.250 ton dari total beras yang akan diimpor sebanyak 281 ribu ton. Jumlah itu tidak akan dipangkas lagi mengingat rencana awal adalah 500 ribu ton. Meski menuai kecaman karena dikhaÂwatirkan bakal merugikan petani, Bulog bergeming.
"Kali ini tidak berubah, kami tetap impor 281 ribu ton. Kami bisa mengirimkannya ke seluruh wilayah nanti kita lihat sesuai kebutuhan," jelas Siti.
Siti menegaskan, penugasan importasi beras terus berjalan berdasarkan risalah rapat koorÂdinasi terbatas (rakortas) antar lembaga adalah importasi beras untuk keperluan umum. Sampai saat ini, telah ditandatangani kontrak dengan enam perusahaan dari Vietnam, Thailand dan InÂdia, dengan total kuota impor sebanyak 281 ribu ton. Dengan rincian dari Vietnam 141 ribu ton, Thailand 120 ribu ton dan India 20 ribu ton.
Berdasarkan Surat Izin Impor Kementerian Perdagangan, beras impor tersebut harus sudah tiba di Indonesia paling lambat tangÂgal 28 Februari 2018. Pelabuhan tujuan yang menjadi destinasi impor di antaranya, Belawan (Medan Sumut), Teluk Bayur (Padang Sumbar), Merak (CiÂlegon Banten), Tanjung Wangi (Banyuwangi Jatim), Benoa (Denpasar Bali), dan Tenau (KuÂpang, NTT).
Bulog berharap, masyarakat bisa membeli beras dengan harga wajar. Jika masyarakat masih membeli dengan harga tinggi tapi impor sudah dilakukan, maka ada yang perlu dibenahi.
Ketua Umum Persatuan PengÂgilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengungkapkan, sekaÂrang ini harga beras masih mahal. Jauh dari keinginan masyarakat yang ingin harga beras murah. Di sejumlah pasar belum ada penuÂrunan harga beras di pasar.
"Pemenuhan kebutuhan pasar masih mengandalkan stok guÂdang sejak akhir tahun lalu, maka harganya juga belum kunjung turun," ucap bekas Dirut Bulog itu kepada
Rakyat Merdeka.
Menurutnya, tingginya harga beras saat ini juga disebabÂkan belum meratanya panen raya. Baru beberapa tempat saja yang melakukan panen.
"Kemungkinan awal Maret baru panen raya dan berpengaruh kepada penurunan harga beras. Termasuk di daerah-daerah," kata Sutarto.
Pasokan dari sentra-sentra produksi beras di daerah juga tersendat akibat tingginya curah hujan dalam beberapa hari teraÂkhir. "Pekan ini harga belum juga berubah. Untuk harga gabah memang sudah mengaÂlami penurunan ya walau hanya sedikit, sekitar Rp100-Rp 300, tapi tidak mempengaruhi harga beras," tegas Sutarto.
Rawan Upeti Ketua Umum FSP BUMN Arief Poyuono meminta KPK memantau kebijakan impor beras mulai dari proses tender dan penentuan pemenang tender. Menurutnya, impor beras ke BuÂlog sangat rawan terjadi praktik kolusi, nepotisme dan upeti.
"Belajar dari impor gula Bulog yang berhasil diungkap KPK akan adanya tindak pidana korupsi dalam kasus Irman Gusman yang mengalihkan kuota impor gula dari Jakarta ke Sumatera Barat. Hal ini bisa terÂjadi pula nantinya dalam kasus kuota impor beras," katanya.
Menurutnya, banyak modus operandi dalam impor beras pada masa lalu untuk mendapatkan fee impor bagi oknum peÂjabat yang berhubungan dengan kuota impor beras serta proses tender impor berasnya.
"Biasanya ada bagian fee dari para pemenang tender kepada pejabat-pejabat yang menentuÂkan dan memilih importir yang memenangkan tender impor beÂras tersebut," ungkapnya. ***
BERITA TERKAIT: