RUPSLB PGN pada 25 Januari 2018 itu mestinya menjadi penting untuk menÂerima pengalihan saham Pemerintah di PGN, namun langkah tersebut dinilai aneh dan tidak lazim dari RUPS yang sering dilakuÂkan Perusahaan Terbuka.
"RUPSLB PGN dilaksanaÂkan sebelum ada Peraturan Pemerintah (PP), dalam arÂtian, RUPSLB untuk meÂlepaskan status Persero pada perusahaan, tanpa didasari landasan hukum," tutur Wakil Ketua Komisi VI DPR, Inas N Zubir di Jakarta, kemarin.
Sehingga kata dia, hasil RUPSLB dengan agenÂda perubahan AD/ART menggantung yakni denÂgan menunggu terbitnya PP dalam tempo 60 hari. "Dengan demikian inbreng saham pemerintah di PGN ke Pertamina selaku holdÂing BUMN Migas menjadi tertunda. Secara faktual RUPSLB tersebut tidak mencapai target," katanya.
Menurut Inas, publik selaku pemilik saham PGN bisa saja menggugat holding migas agar tidak disetujui oleh Presiden Joko Widodo. Saham publik di emiten berkode PGAS terseÂbut mencapai 43%. Adapun 57% saham pemerintah akan dialihkan ke PT Pertamina yang akan menjdi induk holdÂing BUMN migas.
Adapun saat RUPS LB pekan lalu, suara hadir sebanyak 19,2 juta (100%). Dari hasil voting terdapat 4,1 juta suara tidak setuju terhadap rencana holding. Lalu suara abstain sebanÂyak 110.821.600 (0.5%) dan suara setuju sebanyak 14.964.190.700 (77.9%).
"Dari hasil RUPS LB PGN, cukup banyak suara yang tidak setuju soal holdÂing migas. Oleh karena itu, bila holding ini tetap dilakÂsanakan maka berpotensi digugat oleh pemegang saham publik," ujar Inas.
Menurutnya, pemerintah telah mengambil langkah tanpa persetujuan DPR RI. Padahal, parlemen meruÂpakan perwakilan rakyat yang perlu dilibatkan daÂlam pembentukan holding BUMN migas.
Sebelumnya, Direktur Utama PGN Jobi Triananda Hasjim mengatakan, pembaÂhasan perubahan anggaran dasar perseroan perlu dilakuÂkan agar rencana pemerintah membentuk holding migas bisa terwujud. "Pemerintah dalam hal ini mengalihkan seluruh saham Seri B miÂlik negara di PGN menjadi setoran modal pada PT PerÂtamina (Persero)," ujar Jobi.
Dengan pengalihan saÂham Seri B tersebut, maka PT Pertamina (Persero) akan menjadi induk usaha (holding), sedangkan PGN menjadi anak perusahaan Pertamina. Sementara itu, anak usaha Pertamina yang memiliki kegiatan usaha sejenis dengan PGN yaitu PT Pertagas akan dialihkan kepemilikannya ke PGN.
Jobi menuturkan, karena pengalihan saham pemerintah ke Pertamina itu pula, terjadi perubahan status pada PGN dari semula BUMN Persero menjadi Non-Persero. "Tapi berdasarkan PP 72 Tahun 2016, sebagai anak usaha PerÂtamina, PGN tetap mendaÂpat perlakuan sama seperti BUMN," ujarnya. ***
BERITA TERKAIT: