Pemerintah & DPR Beda Pendapat

Soal Holding BUMN Tambang

Senin, 15 Januari 2018, 10:02 WIB
Pemerintah & DPR Beda Pendapat
Foto/Net
rmol news logo Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum sependapat soal holding tambang. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakin holding bermanfaat besar bagi negara khususnya holding tambang. Semen­tara DPR menilai holding tambang tidak sesuai amanat konstitusi.

Deputi Bidang Usaha Per­tambangan, lndustri Strategis, dan Media, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Fajar Harry Sam­purno mengklaim keberhasi­lan divestasi 10 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) pada Jumat (12/1) berkat hold­ing tambang.

"Betul, kalau tidak dilaku­kan holding tambang kekua­tannya tak besar, karena Men­teri Keuangan (Sri Mulyani) bilang ini tidak menggunakan APBN (Anggaran Pendapa­tan dan Belanja Negara) atau pun daerah," kata Harry saat dihubungi Rakyat Merdeka, Sabtu (13/1) malam.

Dijelaskannya, holding BUMN ini bermanfaat be­sar bagi negara. Selain adanya efisiensi, tentu menurut dia perusahaan BUMN jadi makin kuat. Salah satu con­toh dampak positif holding tambang yaitu, mampu mendorong PTFI lakukan divestasi saham 10 persen bahkan nanti 51 persen.

"Target 51 persen jangankan tahun ini, kita pasti­kan beberapa bulan lagi," katanya.

Siapnya PT Inalum mengakuisisi PT Rio Tinto juga disebabkan oleh kekuatan holding. "Kalau PT Inalum sendiri tak bisa makanya perlu penyatuan untuk mengam­bil alih saham freeport," tu­turnya.

Harry juga sepakat dengan pernyataan yang menyebut sektor strategis mesti diatur secara langsung bukan melalui badan usaha walau persero. "Ya kita maunya begitu tapi sejak reformasi sudah berubah caranya tapi tetap tujuannya untuk menjalankan amanat Undang-undang Dasar juga," jelasnya.

Jangan Tabrak Konstitusi


Anggota Komisi VI DPR Nasril Bahar mengingatkan, sektor strategis harus dikelola langsung jangan malah diatur oleh badan usaha walaupun berstatus persero. Holding jangan sampai menabrak kon­stitusi, pasal 33 UUD 1945.

"Sektor strategis seperti minyak, gas juga pertam­bangan pengelolaannya oleh negara, dilakukan melalui BUMN dimana terdapat pe­nyertaan secara langsung dari negara," jelasnya.

Lewat konsep holding BUMN dengan skema in­breng maka BUMN di sek­tor strategis seperti antam, bukit asam, juga perusahaan gas negara tak lagi berstatus BUMN. "Ini akan melanggar konsep konstitusi."

Holding BUMN Tambang diharapkan bisa menciptakan kemampuan keuangan yang besar sehingga dapat mem­beli saham Freeport sampai minimum 51 persen. "Tapi nyatanya divestasi tidak ses­ederhana itu dan akhirnya gagal pada Tahun 2017," kata Nasril.

Menurutnya, Holding peru­sahaan pelat merah sulit mem­benahi permasalahan yang ada di tubuh BUMN. "Pemerintah tak perlu melanjutkan dan memaksakan kehendak pem­bentukan holding. Pemerintah juga diharapkan bersedia mau belajar dari kekeliruan dan kegagalan," ujar Nasril.

Dia menegaskan, ada hal fundamental yang harus diper­hatikan dari pembentukan holding BUMN ini dan harus benar terkonfirmasi. Yaitu dari aspek hukum, yakni kesesua­ian dengan konstitusi. Selain itu, mekanisme pembentu­kan holding ini pun masih disinyalir bermasalah karena diawalnya PP No 72 Tahun 2016 sudah dimasukan ke Mahkamah Agung (MA) un­tuk di Judicial Review.

Ini menurutnya berpotensi inkonstitusional, apa lagi PP No 47 Tahun 2017 tentang pembentukan Holding BUMN Tambang sudah digugat ke MA. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA