Budi menuturkan, kalau kawin paksa, hubungan kerja pasti tidak bagus. Padahal, hubungan kerja seluruh anggota Holding, mulai dari Komisaris, Direksi, sampai Serikat Pekerja-nya malah sekarang sangat kompak dan baik. Budi lanjut memaparkan, walaupun Holding belum lama terbentuk, sekarang sudah ada beberapa kerja sama antara anggota Holding. Contohnya, Antam ingin melakukan hilirisasi bauksit menjadi alumina agar memiliki nilai tambah dan melindungi keuangan Antam dari volatilitas harga bauksit. Oleh karena Antam ada kendala/masalah pembiayaan dalam pembangunan pabrik ini, maka Inalum masuk membentuk anak perusahaan bersama Antam.
"Kebayang nggak kalau Antam tidak melakukan hilirisasi? Saat harga bauksit jatuh, penjualan Antam akan tertekan. Tapi kalau Antam punya pabrik alumina, dimana harga bauksit merupakan biaya produksi Alumina, maka turunnya harga bauksit justru akan memperbesar margin keuntungan Antam," terangnya.
Sinergi lainnya, lanjut Budi, pihaknya ingin mendorong agar semua hasil tambang batu bara Bukit Asam nantinya bisa banyak yang dihilirisasi menjadi listrik. Hasil listrik itu akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan smelter aluminium Inalum dan smelter ferro nikel Antam.
Dia menjelaskan, hilirisasi hasil produksi batu bara sangat penting dilakukan Bukit Asam. karena, Bukit Asam memiliki cadangan 3 miliar ton batu bara. Mereka selama ini hanya bisa memproduksi batu bara 20 jutaan ton per tahun. Hilirisasi batu bara menjadi listrik merupakan langkah yang tepat untuk memproduksi cadangan tersebut karena investasinya tidak semahal membangun jalur kereta untuk mengangkut batu bara ke luar, dan juga nilai ekonomisnya sekitar 2-3 Kali dibandingkan menjual batu bara langsung. “Kalau hanya produksi 20 juta ton per tahun dengan cadangan 3 miliar ton maka maka 50 tahun baru bisa Produksi 1 miliar ton. Untuk produksi 3 miliar dibutuhkan 150 tahun!†terangnya.
Padahal, menurut Budi, penggunaan batu bara ke depan akan banyak dipersoalkan banyak kalangan karena dianggap menyebabkan polusi. Akan tiba masanya dimana cadangan milik Bukit Asam tersebut nilainya akan menjadi sangat rendah.
Sinergi lain dicontohkan Budi Gunadi, yakni pendirian anak perusahaan pengolahan limbah yang dimiliki bersama. Dalam produksi Industri Pertambangan, baik Inalum, Antam, Bukit Asam, dan Timah, mengeluarkan limbah. Anak perusahaan yang dimiliki bersama oleh Inalum-Antam-Bukit Asam-Timah ini nanti bisa melayani pengolahan limbah perusahaan; jika untung, hasilnya akan kembali lagi ke perusahaan.
Inalum Cs Siap Caplok FreeportBudi Gunadi mengakui salah satu alasan pembentukan Holding Industri Pertambangan adalah untuk menyerap saham PT Freeport Indonesia. “Holding ini disiapkan untuk membeli saham Freeport. Selama ini kita selalu bicara bagaimana menjalankan amanah pasal 33 Undang-Undang Dasar. Sekarang saatnya kita berhenti bicara dan mulai bekerja. Nah seharusnya kita didukung penuh dong. Jangan malah mau mematahkannya!†katanya.
Budi menerangkan, dengan pengabungan keuangan, aset Holding Industri Pertambangan akan menjadi Rp 88 triliun, sedangkan total ekuitasnya berjumlah Rp 60 triliun. Dengan ekuitas sebesar itu, Holding Industri Pertambangan bisa mengembangkan keuangannya hingga tiga kali, sehingga berpeluang mendapat pendanaan Rp 180 triliun. Dengan kekuatan ini, Holding Industri Pertambangan diyakini mampu menyerap divestasi saham Freeport.
Saat ditanya soal proyeksi keuntungan beli saham Freeport, Budi belum mau memaparkannya. Dia hanya meyakini, pihaknya sudah menghitung dengan cermat potensi dari kandungan tambang yang berada di perut bumi Papua. “Saya belum bisa bicara karena sedang berjalan prosesnya,†katanya. Budi menambahkan, menyerap saham Freeport memiliki arti strategis baik secara bisnis maupun tanggung jawab terhadap rakyat.
Budi melanjutkan, umumnya jika bicara mengenai isu Freeport, terpancar dari wajah rakyat kita harapan besar, bahwa Pemerintah Indonesia bisa berperan maksimal mengelola salah satu cadangan emas terbesar dunia di Bumi Papua tersebut. Hal itu tidak lepas dari kecilnya peran kita dalam mengelola sumber daya alam tersebut selama puluhan tahun. “Sekarang momentumnya ada, kita sudah menunggu 50 tahun untuk turut mengelola ini, untuk generasi-generasi sesudah kita,†pungkasnya.
[***]
BERITA TERKAIT: