Pedagang Pasar Senasib Dengan Pengusaha Ritel

Daya Beli Melorot, Penjualan Merosot

Senin, 11 Desember 2017, 10:08 WIB
Pedagang Pasar Senasib Dengan Pengusaha Ritel
Foto/Net
rmol news logo Daya beli masyarakat yang semakin melemah nyatanya tidak hanya dirasakan pengusaha ritel. Pedagang pasar tradisional pun teriak hal yang serupa. Penyebabnya, mulai dan menjamurnya bisnis online hingga pembangunan infrastruktur yang dinilai tidak menguntungkan masyarakat.

Wakil Ketua Asosiasi Peda­gang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengatakan, kondisi pedagang pasar tradisional saat ini sangat mempri­hatinkan. "Kondisinya berat. Semua pedagang teriak daya beli lemah, orang nggak ada yang beli," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Ia mengaku, melemahnya daya beli masyarakat di pasar tradisional karena munculnya bisnis online. Namun, pengaruhnya tidak terlalu besar. "Online itu salah satunya. Tapi tidak terlalu besar pengaruhnya," kata Ngadiran.

Ia mengatakan, penyebab utama dari melemahnya daya beli di pasar tradisional adalah kondisi keuangan masyarakat yang semakin merosot. Penda­patan masyarakat tidak men­dukung untuk mereka belanja, sehingga pasar jadi sepi.

Menurut dia, pembangunan yang semakin masif dilakukan pemerintah juga menjadi salah satu penyebab melemahnya daya beli masyarakat. Pembangunan in­frastruktur tidak banyak menyerap anak negeri sehingga pendapatan masyarakat tidak bertambah.

"Infrastruktur itu jadi masalah juga. Tidak menguntungkan masyarakat karena selama ini kan kontribusi orang lokal tidak banyak. Kebanyakan yang garap orang asing sehingga duitnya kembali ke asing. Kita tetap rugi," tuturnya.

Ia mengungkapkan, saat ini sudah banyak pedagang pasar yang menutup tokonya dan be­ralih menjadi pedagang kali lima (PKL). "Ada yang jadi PKL. Ada juga yang bertahan keliling tiap malam. Tapi ya tetap juga susah jualnya," ungkapnya.

Ia mendesak, pemerintah segera membuat terobosan agar perputaran uang di masyarakat kelas menengah ke bawah kem­bali bergairah. "Jadi tidak harus selalu membangun infrastruktur. Kalau dibangun tapi tidak ada perputaran uang di masyarakat maka daya beli tidak akan meningkat," tukasnya.

Hal senada diungkapkan Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdul­lah Mansuri. Ia mengungkapkan, sepanjang tahun ini terjadi penu­runan daya beli masyarakat di pasar tradisional.

Ia mengungkapkan, transaksi yang terjadi hingga November 2017 sangat jauh dari harapan. "Kalau kita lihat tahun ini penu­runan daya beli mencapai 38 persen dan ini berdampak terhadap pembelian di pasar," ujarnya.

Abdullah menjelaskan, penurunan terlihat jelas saat Ramadan dan Lebaran tahun ini. "Harga relatif terkendali karena melemahnya daya beli masyarakat," ungkapnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengu­saha Indonesia (Apindo) Hari­yadi Sukamdani mengungkapkan, harus ada kebijakan pemerintah yang mampu menggenjot be­lanja masyarakat. Selain itu, suhu politik di tahun depan juga perlu dijaga sehingga masyarakat tidak menahan belanja.

"Persepsi positifnya adalah konsistensi kebijakan mengacu kepada hal memacu sektor usaha tumbuh. Kedua politiknya kon­dusif tidak menimbulkan figur-figur yang bisa memecah belah masyarakat," ujar Hariyadi.

Dia menyebut, lemahnya daya beli masyarakat karena sempit­nya lapangan kerja sektor for­mal yang dibuka. Dampaknya, banyak pekerja beralih ke sektor informal yang berpengaruh pada pendapatan.

"Konsumsi rumah tangga paling besar dari kalangan me­nengah bawah. Masalah mereka menyempit lapangan kerja for­mal," ujar Hariyadi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA