
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan memastikan terus mengejar 22 obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang belum menyelesaikan kewajibannya.
Kepala Subdit Pengelolaan Kekayaan Negara (PKN) II DJKN Kemenkeu Suparyanto mengatakan, pasca Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), aset-aset terkait BLBI dikelola oleh pihaknya.
"Jadi prinsipnya kalau memang ada yang belum menyelesaikan kewajiban kami akan tagih. Kami akan kejar sampai kapan pun," ujarnya dalam diskusi bertajuk 'Pengelolaan Aset Negara Pasca BPPN' di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/12).
Menurut Suparyanto, aset-aset kredit tersebut setelah besarnya diketahui secara pasti, diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Pengelolaannya dengan melakukan penatausahaan.
"Kemudian, aset kredit yang telah ada dan besarnya pasti menurut hukum setelah diverifikasi akan diserahkan dan diurus oleh PUPN," jelasnya.
Ditambahkan Suparyanto, khusus untuk PKPS, pada saat diserahkan ke DJKN, jumlahnya mencapai 25 obligor yang belum menyelesaikan kewajiban. Termasuk tujuh obligor yang penyelesaian kewajibannya dengan skema Akta Pengakuan Utang (APU) dan dua obligor MRNIA (Master of Refinancing and Notes Issuance Agreement).
Sebelum Kemenkeu menangani para obligor, sebanyak 16 obligor sempat ditangani Kejaksaan Agung dan Polri. Pada saat ditangani dua Lembaga penegak hukum itu, penyelesaian ditempuh menggunakan jalur pengadilan alias court settlement karena adanya dugaan tindak pidana.
"Namun dugaan itu tak terbukti. Maka oleh kejaksaan dan kepolisian itu dikembalikan ke Kementerian Keuangan. Dan penyelesaiannya tak lagi lewat pengadilan atau out of settlement. Caranya dengan PUPN," lanjutnya.
Terkait aset kredit, kini tinggal 22 obligor yang masih ditangani PUPN dan tiga obligor yang menyelesaikan kewajibannya. Yaitu Dewanto Kurniawan sebagai pemilik Bank Deka, Omar Putihrai pemilik Bank Tamara dan Group Yasonta pemilik Bank Namura. Sisanya 22 obligor masih di PUPN dan KPKNL.
"Jumlah utangnya mencapai Rp 31,3 triliun dari 22 obligor yang masih kita urus," kata Suparyanto.
Hingga kini, pengembalian atas aset eks BPPN dan eks PPA telah mencapai Rp 7,7 triliun. Rinciannya, pada 2007, pengembalian aset mencapai Rp 228,5 miliar. Di tahun berikutnya, pengembalian melonjak jadi Rp 1,55 triliun lalu kembali turun jadi Rp 273,79 miliar pada 2009.
Selanjutnya, pengembalian sebesar Rp 561,29 miliar pada 2010, Rp 1,04 triliun pada 2011, Rp 1,13 triliun pada 2012, dan Rp 1,44 triliun pada 2013. Pengembalian pada 2014 hingga 2016 secara berturut-turut adalah Rp 539,99 miliar, Rp 363,2 miliar dan Rp 550,23 miliar.
"Tiap tahun akan semakin turun seiring jumlah aset yang semakin sedikit dan perlu adanya perubahan paradigma untuk mendapatkan pendapatan negara dari aset dan bukan menjualnya," imbuh Suparyanto.
Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengingatkan agar pemerintah terus mengejar para obligor BLBI yang hingga kini belum memenuhi kewajibannya. Upaya tersebut penting dilakukan demi memberikan kepastian hukum.
"Ini masih bicara tentang kepastian hukum bahwasanya mereka harus bayar. Dan kalaupun bayar itu akan ditindaklanjuti, itu adalah kepastian hukum," tegasnya.
[sam]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: