Ketua Bidang Kebijakan PubÂlik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang GirindrawarÂdana menilai, putusan MK terseÂbut menjadi bukti keseriusan pelaku usaha yang gigih menÂjaga iklim bisnis di Tanah Air. Pasalnya, Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang menjadi dasar KPPU banyak cacatnya dan digunakan untuk menyudutkan pengusaha. Alhasil, banyak penÂgusaha yang takut berbisnis.
"Kami bersyukur MK mengabÂulkan, ketakutan para pengusaha terutama mereka yang belum begitu paham ya berkuranglah," kata Danang kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Namun, bagi dunia usaha, putusan MK tersebut belum bisa dikatakan final. Sebab, yang dikabulkan MK dalam uji materi baru sebagian, sehingga belum bisa langsung dikatakan mampu mewakili aspirasi dunia usaha Tanah Air secara keseluruhan.
"Ini bertahap, dan harapanÂnya bisa memberikan kepastian hukum dan jangan bertabrakan dengan peraturan yang ada lebih dulu atau undang-undang yang lain," ucap bekas Ketua Ombudsman ini.
Bagi pelaku usaha, kata DaÂnang, hal krusial yang mampu memberikan dampak signifiÂkan bagi dunia usaha adalah revisi Rancangan Undang-UnÂdang (RUU) Persaingan Usaha yang saat ini masih dibahas. Sebab, jika dikaji lebih dalam aturan tersebut memiliki banyak kekurangan yang fatal.
"Jika dipaksakan disahkan, penerapannya bakal membuat dunia usaha berantakan. Kami masih mendiskusikan terkait Rancangan Undang-Undang Persaingan Usaha," tegasnya.
Hal senada dikatakan Ketua Tim Ahli Apindo Sutrisno IwanÂtono. Menurutnya, putusan MK belum bisa memberikan dampak yang berarti bagi dunia usaha di Tanah Air.
Kata Sutrisno, yang akan memberikan dampak signifikan bagi dunia usaha adalah RUU Persaingan Usaha. "RUU PerÂsaingan Usaha ini juga harus dibereskan kami masih ingin pemerintah lakukan kajian lagi," kata dia.
Proses pembahasan RUU PerÂsaingan Usaha yang dibahas pemerintah dan DPR jangan tergesa-gesa. Menurutnya, Perlu kajian mendalam agar bisa lebih jelas implementasinya. "Harus diskusi lagi harus diperjelas dalam rumusan UU yang baru," ucap pria yang akrab disapa Iwan ini.
Menurut Sutrisno, dalam UU No.5 Tahun 1999 memang banÂyak yang mesti diluruskan. Antara lain, urusan waktu dan penyebuÂtan 'Pihak Lain' yang belum menemukan jalan keluar meski sudah ada putusan MK. Selain itu, masalah waktu yang tersedia di undang-undang tersebut proses pemeriksaan hanya 30 hari.
Padahal dengan 30 hari tidak mungkin cukup untuk memerÂiksa proses yang sulit. "Ini wakÂtunya tidak memenuhi syarat karena yang betul itu mengikuti hukum acara yang berlaku di pengadilan," tegasnya.
Menurutnya, pengertian 'Pihak Lain' dalam undang-undang anti monopoli itu masih membinÂgungkan. "Walaupun sudah ada pernyataan dari MK masih tetap membingungkan," tegas Iwan.
Dia juga mengingatkan, KPPU merupakan lembaga adminisÂtratif yang hanya bisa dipakai pengumpulan bukti untuk peÂmeriksaan. Karena itu, lembaga yang dikomandoi Muhammad Syarkawi Rauf ini tidak boleh menentukan denda karena denda adalah bagian dari pidana.
Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf mengapresiasi putusan MK tersebut. Putusan MK dinilai memberikan kepasÂtian hukum dalam penegakan hukum persaingan usaha.
"Mahkamah Konstitusi benar-benar telah mempertimbangkan secara matang mengenai pentÂingnya penerapan frasa Pihak Lain dalam penegakan hukum persaingan usaha, khususnya dalam menjawab dan mengimÂbangi kompleksitas modus persekongkolan yang ada. Tidak hanya antar pelaku usaha dalam pengertian yang konvensional akan tetapi juga pihak yang terkait dengan pelaku usaha," papar Syarkawi.
Untuk diketahui, MK dalam Putusan Nomor Register Perkara 85/PUU-XIV/2016 mengatakan, penggunaan frasa Pihak Lain daÂlam Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 UU No.5 Tahun 1999 diangÂgap bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat. Selain itu, tidak punya kekuatan huÂkum mengikat sepanjang tidak dimaknai selain dan/atau Pihak yang Terkait dengan Pelaku Usaha Lain. ***
BERITA TERKAIT: