Ketua DPD Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi) DKI Jakarta Nellys Soekidi menyatakan, pihaknya mendukung pemberlakuan kebijakan tersebut. Menurutnya, HET merupakan upaya pemerintah untuk menata manajemen perÂberasan sehingga adil bagi petani, pedagang, dan konsumen.
"Bicara beras tidak bisa sepotong-potong, harus dari hulu ke hilir. Kalau harga terlalu tinggi, kasihan konsumen. Sedangkan kalau harga terlalu rendah, kasihan petani. Semua harus ada batasannya. Kalau tidak ada HET, bisa dibayangkan berapa harga beras pasaran. Tidak akan ada batasan di langit," katanya di Jakarta, kemarin.
Nellys mengungkapkan, pasokan beras ke Pasar Induk Cipinang saat ini masih dalam kondisi normal dengan kisaran sekitar 40 ribu ton per hari. Ada penurunan sekitar 15 sampai 20 persen. Namun hal tersebut masih dalam batas wajar.
Untuk harga, dia menyeÂbutkan, harga beras mediumi masih dalam kisaran normal, berada di kisaran Rp 8.000-9.000 per kilogram (kg). "SeÂjauh ini masih dalam range stabil. Pedagang beras itu kalau naik Rp 200-300 ruÂpiah, masih masuk kategori normal. Tapi kalau ada kenaiÂkan Rp 400-500 secara terus-menerus baru bisa disebut ada kenaikan," ujarnya. Menurut Nellys, dengan tidak adanya gejolak harga, seharusnya di tingkat eceran juga tidak ada kenaikan.
Namun sayang harga beras di pasaran masih cenderung meningkat. Ketua Umum PerÂpadi Sutarto Alimoeso meÂnilai, harga cenderung tinggi karena rata-rata harga gabah di tingkat petani sudah lebih dari Rp 5.000 per kg. Hal ini terjadi karena ada kekeringan dan hama wereng di sejumlah sentra pertanian. ***
BERITA TERKAIT: