Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) IsaÂka Yoga mengatakan, belum mengetahui secara jelas, korÂporasi seperti apa yang dapat dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kami belum disosialisasikan, definisi tersangka itu seperti apa, lalu yang mewakili di pengadiÂlan itu siapa, hukumannya apa," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Kecemasan di kalangan inÂvestor ini, lanjut Isaka, sangat menjadi perhatian AEI. Jangan sampai, investor yang tidak mengetahui apa-apa dirugikan. "KPK maupun dari lembaga pemerintah apa saja, harus bisa menjelaskan bagaimana korÂporasi bisa menjadi tersangka karena perusahaan itu benda mati, yang menjalankan itu orang. Apalagi kami perusahaan publik yang terdiri dari banyak investor," katanya.
Menurutnya, paktik yang terjadi di banyak negara, jika perusahaan melakukan pelangÂgaran maka hanya dikenakan denda. "Kalau disini kami belum tahu sama sekali dan belum ada bayangan, karena belum ada sosialisasinya," katanya.
Apalagi, sebagai perusahaan publik, pengawasannya sangat ketat, mulai dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun oleh BEI. "Selama memenuhi ketenÂtuan itu dan melakukan good corporate governance saya rasa aman mustinya," ujar Isaka.
Pakar hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, dalam menangani perusahaan-perusahaan yang sahamnya dimiliki publik, harÂusnya lebih hati-hati karena bisa merugikan banyak pihak. Apalagi saat ini ada beberapa perusahaan yang melantai di BEI, direksinya tengah tersangÂkut kasus korporasi.
"Untuk itu KPK harus hati-hati juga, jangan sampai ada kepentingan-kepentingan politik yang masuk dan mengambil keuntungan," katanya.
Jika benar terjadi tindak pidana, maka penegak hukum harus terÂlebih dulu mencari orang di dalam perusahaan itu yang melakukan tindak pidana korupsi. "Jika ada kerugian dan tidak bisa ditangÂgung, barulah masuk ke tingkat korporasinya. Jadi parameternya jelas," tegas Fickar.
Ia mencontohkan, kasus yang bisa menjadi yurisprudensi adalah kasus PT Giri Jaladhi Wana di Banjarmasin. Di mana Pemkot Banjarmasin kehilangan pendapatan dari hasil pengeloÂlaan Pasar Sentra Antasari yang tidak disetorkan oleh PT Giri.
"Saat itu yang menjadi terÂsangka adalah direkturnya, naÂmun karena tidak bisa membayar kerugian kepada negara setelah diputuskan bersalah, maka peÂrusahaan itu asetnya disita dan dilelang untuk mengganti keruÂgian itu," katanya. ***
BERITA TERKAIT: