Dewan Pakar Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan mengatakan, penÂgelolaan industri kertas meÂmerlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk berkembang. "Pengelolaan dari Hutan TanaÂman Industri (HTI) hingga menÂjadi kertas bukan hal mudah," ujarnya, kemarin.
Ia mengatakan, pengelola industri pulp dan kertas ditunÂtut untuk mencegah kebakaran lahan. "Industri di Indonesia telah melakukan penjagaan HTI dengan lebih baik. Investor telah berkontribusi untuk mencegah kebakaran lahan. Sekarang keÂberpihakan pemerintah dibutuhÂkan," katanya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida mengatakan, secara umum industri pulp dan kertas Indonesia saat ini menÂgalami berbagai tekanan. "Kami kekurangan bahan baku, energi, keuangan serta hambatan perdaÂgangan internasional," ujarnya.
Ia mengungkapkan, setidaknya hingga saat ini ada lima perusaÂhaan kertas jenis kraftliner dan corrugating medium yang tutup dan tidak beroperasi yaitu PT Asia Paper Mills, PT Wirajaya PackinÂdo, PT Sarana Kemas Utama, PT Kertas Blabak dan PT Surabaya Agung Industri. "Saat ini terdapat beberapa industri kertas yang tutup dan tidak beroperasi dari 84 industri," ungkap dia.
Liana mengungkapkan, ketersediaan bahan baku kertas daur ulang nasional sebesar 4,7 juta ton per tahun. Jumlah tersebut masih belum mampu mencuÂkupi kebutuhan industri nasional yaitu sebesar 6,7 juta ton per tahun.
"Sehingga saat ini industri mengimpor kertas daur ulang dari berbagai negara yang memiÂliki tingkat daur ulang tinggi salah satunya Jepang," kata dia.
Di sisi lain, lanjut Liana, inÂdustri pulp saat ini mengalami hambatan ketersediaan bahan baku kayu. Baik yang terkait dengan kebijakan pemerintah maupun tekanan dari negara-negara pesaing yang dikaitkan dengan masalah lingkungan.
Selain itu biaya energi yang ditanggung oleh industri pulp dan kertas masih cukup tinggi karena industri pulp dan kertas merupakan salah satu pengguna gas sebagai energi. Namun harga gas yang diterima masih cukup tinggi yaitu sebesar 8-10,93 dolar AS per MMBTU.
"Produsen kertas Indonesia mengalami tekanan atas tuduÂhan dumping dan subsidi yang dilakukan oleh Amerika dan Australia. Tuduhan tersebut menambah bea masuk produk kertas Indonesia untuk diekspor ke negara tersebut dalam jangka waktu 5 tahun," kata dia.
Agar tak ada lagi produsen pulp dan kertas yang berhenti beroperasi, Liana berharap peÂmerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap industri ini. Dengan demikian, industri pulp dan kertas juga bisa berkontribusi lebih besar terhÂadap ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
"Pemerintah dapat memberiÂkan kebijakan yang mendorong iklim usaha industri pulp dan kertas yang lebih kondusif teruÂtama untuk ketersediaan bahan baku, energi serta perdagangan," tandas dia.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan, pulp dan kertas merupakan salah satu industri yang akan digenjot pertumÂbuhaannya oleh pemerintah. "Indonesia memiliki keunggulan komparatif terutama di bidang bahan baku dibandingkan denÂgan negara-negara pesaing yang beriklim sub tropis," ujarnya.
Panggah meminta Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia agar memproses potensi sumber daya alam yang tersedia di dalam negeri menjadi produk-produk bernilai tambah tinggi. "Pengusaha harus tetap menjaga kelestarian lingkunÂgan hidup pada porsi yang tepat," tegasnya.
Ia mengungkapkan, jumlah kapasitas terpasang industri pulp nasional pada 2017 akan meninÂgkat dari 7,93 juta ton menjadi 10,43 juta ton per tahun. Sedangkan, jumlah kapasitas terpasang industri kertas nasional mencapai 12,98 juta ton per tahun.
Saat ini, industri pulp dan kertas di dalam Indonesia menÂcapai 84 perusahaan. "Tambahan kapasitas pulp tersebut dikontriÂbusikan oleh PT OKI di Sumatera Selatan sekitar 2,5 juta ton, yang akan mulai berproduksi secara komersial pada Februari 2017," ungkapnya.
Panggah menilai, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki peluang cukup besar untuk pengembangan inÂdustri pulp dan kertas. Selain beberapa negara di Amerika Latin dan Asia Timur.
Panggah mengatakan, industri pulp dan kertas berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Antara lain dilihat dari kontribusi dalam perolehan devisa sebesar 5,38 miliar dollar AS pada tahun 2015.
Selanjutnya, sampai SeptemÂber 2016 mencapai 3,79 miliar dollar AS atau menempati perÂingkat ke-7 sebagai penyumbang devisa terbesar dari sektor non-migas. "Industri pulp dan kertas juga menyerap sebanyak 260 ribu tenaga kerja langsung dan 1,1 juta tenaga kerja tidak langÂsung," imbuh Panggah. ***
BERITA TERKAIT: