Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian PerindusÂtrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, saat ini masih terus mengkaji perubahan struktur perpajakan itu bersama dengan kementerian-kementerian terkait.
"Jadi makin tinggi emisinya, pajaknya makin tinggi. Makin rendah emisinya, makin rendah pajaknya," kata Putu, kemarin.
Namun, perubahan struktur ini harus dilakukan dengan langÂkah yang tepat. Jangan sampai, peraturan baru malah merugikan beberapa pihak, termasuk meÂnyangkut pendapatan negara. Karena itu, Kementerian KeuanÂgan mesti menghitungnya
"Jangan sampai nanti mengÂganggu penerimaan negara," katanya.
Selain itu, dia meminta, agen pemegang merek (APM) harus menghitungnya, jangan sampai nanti peraturannya keluar merÂeka tidak bisa memenuhi. Itu juga bahaya. "Transisinya bisa setahun-dua tahun. Tapi kita keÂpinginnya kalau aturan ini cepat jadi, maka kita bisa perkirakan bisa dilaksanakan lebih awal," kata Putu.
Ketua Umum Gabungan InÂdustri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi mengatakan, pemerintah harus memperhatikan dampak penerapan pajak emisi. MenuÂrutnya, kebijakan ini bisa berÂdampak negatif jika dilakukan sembarangan.
"Jika pajak ini diterapkan dengan perhitungan yang kurang matang, ada indikasi akan menuÂrunnya industri otomotif," ujarnya.
Ia mengatakan, penerapan keÂbijakan ini juga harus diimbangi dengan pemberian insentif. "Misalnya, karena emisinya itu rendah, berarti harus ada insentif, jadi harus disesuaikan juga," ujarnya.
Menurut Nangoi, pajak emisi karbon memang seharusnya sudah diterapkan sejak lama di Tanah Air. Mengingat, beÂberapa negara sudah menerapÂkan terlebih dahulu. "Sekarang kan peraturan pajak itu masih berdasarkan
cc-nya (kapasitas mesin), ini sudah ketinggalan zaman, makanya harus diubah," katanya.
Nangoi menyatakan, penguÂsaha siap jika kebijakan dari pemerintah itu diterapkan dalam waktu dekat. "Tentu kami siap, jika ditanya Euro4 juga sudah siap, tinggal pemerintahnya. Kalau pun memang diterapkan, kami sudah memiliki kesiapan," tukasnya.
Sementara, Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata mengatakan, sebelum pemerinÂtah memberlakukan pajak emisi, sebaiknya menyiapkan bahan bakar ramah lingkungan dulu.
Menurut dia, infrastruktur berupa bahan bakar dengan kualitas lebih ramah lingkungan bisa menurunkan tingkat polusi. "Kalau di internasional masalah polusi dikaitkan pada bahan bakar," ujarnya.
Semakin banyak pemakaian bahan bakar semakin banyak juga polusinya. "Sebetulnya pajaknya gimana? Ada di baÂhan bakarnya, kalau dia hemat, tentu polusinya bisa rendah," katanya.
Masalahnya, kata Gunadi, peÂmerintah sampai saat ini belum menyiapkan bahan bakar denÂgan kualitas ramah lingkungan seperti yang diharapkan banyak kalangan. Karena hal itu pula masalah pencemaran lingkunÂgan belum bisa diatasi.
"Kesediaan bahan bakarnya di sini belum ada sehingga kita suÂsah melakukan ekspor, roda dua maupun roda empat. Terpaksa bensin yang cocok untuk Euro4 harus diimpor untuk melakukan uji," katanya.
Deputy Director Sales OperaÂtion Mercedes Benz Passenger Cars Mercedes Benz Indonesia Kariyanto Hardjosoemarto menÂgatakan, senang jika regulasi pajak berdasarkan emisi diberÂlakukan di Indonesia. "Kalau itu benar dijalankan, kami sangat happy," ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya suÂdah siap menjalankan kebijakan tersebut. "Secara produk, kami sudah siap semua mau diterapÂkan misalnya Euro4, Euro5, dan sebagainya. Secara teknologi kami sudah siap," tegas KaryÂanto. ***
BERITA TERKAIT: