BPS, kemarin, merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) terbaru. BPS mencatat pada bulan Oktober terjadi inflasi sebesar 0,14 persen. Dengan demikian, sepanjang Januari- Oktober 2016 laju inflasi terÂcatat 2,11 persen.
"Inflasi terjadi di 48 kota dan 34 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di SiÂbolga sebesar 1,32 persen dan terendah di Depok dan Manado sebesar 0,01 persen. Sedangkan deflasi tertinggi di Sorong 1,10 persen dan terendah di Banda Aceh dan Merauke sebesar 0,02 persen," kata Kepala BPS KeÂcuk Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.
Kecuk mengungkapkan, seÂcara umum inflasi disebabkan terjadi kenaikan harga pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,24 persen. Kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,56 persen. Kelompok kesehatan 0,29 persen. Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,10 persen.
Sedangkan kelompok pengeÂluaran yang mengalami deflasi yaitu kelompok bahan makaÂnan 0,21 persen. Kelompok sandang 0,31 persen. Dan, kelompok transportasi, komuÂnikasi, dan jasa keuangan 0,03 persen.
Deputi Distribusi, Statistik dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai potensi kenaikan harga cabe.
"Bahan makanan memang deflasi, tetapi saya kira merangkaknya harga cabe harus mendapatkan perhatian," ungkap Sasmito.
Dia menerangkan, kenaikan harga cabe merah terjadi hampir di seluruh wilayah di IndoneÂsia. Cabe memberikan peran yang cukup besar terhadap inÂflasi. Bobot inflasi cabe merah adalah 0,7 persen, sedangkan cabe rawit memiliki bobot sebesar 0,25 persen. Untuk itu sangat perlu diantisipasi oleh pemerintah.
Menurut Sasmito, bobot inflasi cabe sebesar 0,7 persen tersebut cukup besar karena setiap rumah menggunakan cabe.
Dia mengungkapkan, kenaikan harga cabe merah dipengaruhi oleh cuaca. Curah hujan yang tinggi membuat produksi cabe merah turun drastis.
"Cabe itu kan bunganya kaÂlau sudah masuk musim hujan nggak bisa tumbuh dengan baik karena banyak air dan rontok, sehingga suplainya terganggu," paparnya.
Sasmito memproyeksi, harga cabe baru akan pulih 3 bulan mendatang. Dia menyarankan pemerintah melakukan interÂvensi untuk menekan harga.
"Kalau menunggu bisa menÂcapai 3 bulan. Kalau butuh waktu singkat ya kita harus impor. Jadi pemerintah harus lakukan intervensi," tuturnya.
Sekadar informasi, harga cabe merah di pasar tradisional sudah menembus Rp 60 ribu sampai Rp 90 ribu per kilogram (kg). Harga tersebut jauh dari harga normal yang berkisar Rp 20 ribu sampai 25 ribu per kg.
Harga Beras Terkendali Berbeda dengan cabe, indeks harga beras cukup menggembirakan sepanjang Oktober. Harga beras mengalami kenaikan cukup signifikan di tingkat petani, namun di tingkat groÂsiran justru mengalami penuÂrunan.
"Kalau dilihat gabah petani naik 0,40 persen, ini artinya ada kabar gembira buat para petani. Tetapi di tingkat konÂsumen malah turun 0,14 persen," ungkap Kecuk.
Data BPS menyebutkan, Gabah Kering Panen (GKP) tingkat petani naik 0,4 persen persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya menjadi Rp 4.555 per kg. Dan Gabah Kering Giling (GKG) naik 0,51 persen menjadi Rp 5.312 per kg.
Kemudian harga beras di tingkat penggilingan naik 0,17 persen persen untuk jenis meÂdium menjadi Rp 8.981 per kg. Jenis rendah naik 0,23 persen menjadi Rp 8.597 per kg. Dan jenis premium naik 0,24 persen menjadi Rp 9.133 per kg.
Sementara pada tingkat groÂsiran ada penurunan 0,14 persen dan tingkat eceran sedikit ada kenaikan tipis 0,10 persen. "Kami menyimpulkan harga beras terkendali sampai tingkat konsumen," kata Kecuk. ***
BERITA TERKAIT: