Realisasi investasi dari IngÂgris minus 69 persen menjadi hanya 600 juta dolar AS, dari realisasi tiga semester sebelÂumnya yang mencapai 2 miliar dolar AS. Disusul dengan AS, yang mengalami penurunan 47,5 persen menjadi sebesar 1,3 miliar dolar AS, dari realisasi periode tiga semester sebelumnya yang mencapai 2,4 miliar dolar AS.
Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong menjelaskan, ada beberapa penyebab realisasi investasi dari negara-negara tersebut anjlok. Namun, ia meÂnyebut, faktor utamanya murni karena kondisi perekonomian global yang menurun.
"Harga minyak mentah turun hingga 60 persen. Itu berdampak pada investasi di sektor minyak dan gas. Kemudian, sektor koÂmoditas seperti pertambangan dan batu bara. Saya kira, utamanÂya itu," ujar Thomas, kemarin.
Misalnya, seperti AS. MenuÂrut Tom, hampir 90 persen minat investasi negara tersebut memang di sektor sumber daya alam. Dengan melihat kondisi global, maka mau tidak mau para investor pun akan berpikir lebih jauh menanamkan modalnya di sektor tersebut.
"Maka dari itu, pemerintah sekarang mengupayakan untuk mengalihkan investasi ke sektor jasa, pariwisata, kesehatan, mauÂpun pendidikan," ucapnya.
Ia menegaskan, kenaikan inÂvestasi hingga periode Juni 2016 akan kembali ditingkatkan denÂgan melakukan penanaman dari sisi deregulasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. "PeÂlayanan publik kepada investor menjadi ujung tombak dari upaya pemerintah untuk terus memperÂbaiki investasi," ungkapnya.
Sementara itu, dari daftar negÂara-negara penyumbang investaÂsi, Hong Kong menjadi salah satu negara tertinggi, di mana realisasi investasinya mencapai 2 miliar dolar AS. Atau meningkat 155 persen dibandingkan periode Juli 2013 sampai dengan DesemÂber 2014, yang hanya tercatat 0,8 miliar dolar AS.
Kemudian, disusul dengan China, mencapai 1,6 miliar dolar AS, atau naik 78 persen, dari peÂriode tiga semester sebelumnya yang hanya 0,9 miliar dolar AS. Di posisi ketiga, yakni Malaysia, yang mencapai 3,6 miliar dolar AS, naik 69 persen dari periode tiga semester lalu yang hanya sebesar 2,1 miliar dolar AS.
Lembong memuji peningkatan investasi yang signifikan dari China ke Indonesia yang melonÂjak dari peringkat 14 menuju perÂingkat 3 dalam 3 tahun terakhir.
Peningkatan investasi terjadi pada pembangunan fasilitas peÂmurnian atau smelter dan pemrosÂesan logam. Selain itu, pembanÂgunan power plan juga membuat investasi Negeri Tirai Bambu menÂingkat signifikan di Tanah Air.
"Pembangunan-pembangunan itu membuat lonjakan investasi mereka sangat drastis. China ini memang lagi gencar untuk investaÂsi bukan hanya di Indonesia tapi juga ke mana-mana," ujarnya.
Ia mengatakan, potensi ini harus segera dimanfaatkan InÂdonesia. Keinginan besar untuk meningkatkan investasi China akan menjadi win win solution bagi Tanah Air.
"Jadi perlu kita manfaatkan nafsu tersebut yang begitu besar. Ini jadi win win solution, karena mereka senang bisa mendapat keuntungan investasi. Kalau tidak dimanfaatkan, nanti di coÂlong negara lain," tukasnya.
Berkat Paket KebijakanMenko Perekonomian Darmin Nasution mengklaim, masuknya investasi besar karena paket kebiÂjakan ekonomi yang sudah dikeÂluarkan pemerintah. "Untuk paket kebijakan ekonomi berkaitan denÂgan penyederhanaan perizinan inÂvestasi selama tiga jam saja sudah berhasil menyedot investasi Rp 291 triliun. Dari investasi tersebut, 77.000 orang tenaga kerja baru berhasil diserap," ungkapnya.
Kesuksesan sama juga terjadi pada pelaksanaan Paket KebiÂjakan VI berupa fasilitas pajak dan kemudahan investasi di kawasan ekonomi khusus (KEK). MenurutÂnya, paket tersebut sudah mampu menyedot investasi sampai denÂgan Rp 33,88 triliun sampai denÂgan September kemarin.
Sementara itu, menyangkut pelaksanaan revisi daftar negatif investasi yang dikeluarkan melaÂlui Paket Kebijakan Ekonomi X. Paket tersebut, saat ini sudah dimanfaatkan 527 perusahaan dengan nilai rencana investasi 12,926 miliar dolar AS.
Darmin mengatakan, kesÂuksesan lain dalam pelaksanÂaan paket juga terjadi dalam pemberian insentif di kawasan pusat logistik berikat. "Ini yang paling berhasil, sejak diterbitkan sampai sekarang sudah ada 28 pusat logistik berikat, dan itu menyebar di seluruh Indonesia sehingga mempercepat efesiensi logistik kita," katanya.
Menteri Pariwsata Arief Yahya mengatakan, terkait revisi daftar negatif investasi, peningkatan investasi besar terjadi di sektor pariwisata. Sejak daftar negatif investasi direvisi, investasi di lima sektor besar pariwisata melonjak 100 persen. ***
BERITA TERKAIT: