Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Mamit Setiawan menyambut positif keinginan Presiden Jokowi menyeragamkan harga BBM di seantero Indonesia.
"Itu harus direalisasikan, perbedaan harga selama ini kan terkesan tidak adil padahal sama-sama di Indonesia," kata Mamit kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Namun demikian, Mamit kurang setuju bila penugasan penyeragaman harga ini hanya dibebankan ke Pertamina. MenuÂrutnya, perusahaan pelat merah tersebut akan kedodoran bila menanggung sendirian.
Dia menyarankan, pemerintah membuat kebijakan atau skema bisnis yang isinya mendorong swasta berpartisipai mengisi daerah yang selama ini tidak terjangkau.
"Jangan hanya diberi izin untuk wilayah gemuk (banyak konsumen). Kalau mau fair kita minta swasta juga ikut menyalurÂkan BBM ke wilayah terpencil. Apalagi, Selama ini tidak ada peran swasta menyalurkan BBM ke sana," ungkap Mamit.
Pengamat Ekonomi dan Energi, dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmi Radhi pesimistis kesetaraan harga BBM antara barat dan timur Indonesia akan segera tercapai. "Kalau perhiÂtungan bisnis ya susah. Karena, penjual akan memasukkan biaya distribusi ke dalam komponen penjualan," ungkapnya.
Namun demikian, Fahmi meÂnegaskan, penyeragaman harga bukan berarti tidak bisa. Karena, pemerintah bisa membiayai biaya distribusi lewat pemberian subsidi.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, pihaknya telah memiliki cara untuk menyeragamkan harga BBM. Salah satunya menyeÂdiakan lembaga penyalur seperti Stasiun Pengisian Bahan BaÂkar Umum (SPBU) atau Agen Premium Minyak dan Solar (APMS).
Dia menjelaskan, selama ini harga BBM tidak merata karena tidak ada SPBUdan APMS di sejumlah wilayah di Papua. Hal tersebut lantaran sulitnya akses transportasi untuk menembus wilayah tersebut.
"Ada delapan wilayah sulit ditembus. Oleh karena itu biaya BBM dari SPBUnaik berkali-kali lipat karena ditambah biaya distribusi," ungkapnya.
Kedelapan wilayah tersebut antara lain pegunungan Arfak di Papua Barat, Illaga di Kabupaten Puncak, Kabupaten Tolikara, Yahukimo, Nduga, Mamberamo Tengah, dan Mamberamo Raya. Bambang menyebut Pertamina akan berinisiatif membuka beÂberapa APMS yang akan memÂbuat harga BBM sama dengan SPBU.
"Sekarang semua disamakan, artinya Pertamina menanggung ongkos angkut (subsidi) ke seluruh penjuru Indonesia," ujarnya.
Bambang mengungkapkan, Pertamina akan menyiapkan anggaran sekitar Rp 900 miliar untuk menyediakan premium dan solar. Sebab kebutuhan BBM di Papua sendiri tidak begitu besar, hanya sekitar 5 persen dari kebutuhan nasional. Untuk menjangkau wilayah suÂlit, Pertamina juga akan menginÂvestasikan sejumlah transportasi pendukung.
"Kalau bisa darat, kita pakai seperti di Arfak. Tapi daratÂnya truk nggak mungkin. Jadi akhirnya kita pakai mobil 4x4 (
off road). Terus ada beberapa daerah juga yang bisa disuplai lewat laut, terus dipindahkan ke sungai. Ada di Illaga, Mamberamo Tengah. Yang lainnya harus lewat pesaÂwat," terangnya.
Harapan Presiden Jokowi agar harga BBM seragam di seluruh Indonesia disampaikannya saat meresmikan sejumlah proyek infrastruktur kelistrikan di Papua pada Senin (17/10).
"Di Jawa hanya Rp 7.000 per liter, di sini ada yang sampai Rp 100.000 per liter. Di Wamena Rp 60.000 hingga Rp 70.000 per liter. Tidak bisa seperti itu. Kalau di barat dan tengah (Rp 7.000), di sini harusnya sama harganya," kata Jokowi.
Jokowi mengakui, menyamaÂkan harga BBM di Papua dan Pulau Jawa dengan wilayah lainnya tidak mudah. Namun demikian, dia meminta kepada Pertamina untuk mencari solusinya. Menurut Jokowi, keseragaman harga BBM, bukanlah masalah untung rugi. Tapi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ***
BERITA TERKAIT: