Pelaku Usaha Muara Baru: Perum Perindo Telah Menfitnah Dengan Data Bohong

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 12 Oktober 2016, 16:01 WIB
Pelaku Usaha Muara Baru: Perum Perindo Telah Menfitnah Dengan Data Bohong
Foto: Net
rmol news logo Para pelaku usaha di Pelabuhan Muara Baru merasa telah difitnah Perum Perindo dengan sebutan mafia.

Padahal sangatlah jelas bahwa kawasan Pelabuhan Muara Baru hanya dikuasai oleh Perum Perindo.

Muara baru ditempati ratusan pengusaha dari kecil, menengah sampai besar. Masing-masing mempunyai skala bisnisnya tersendiri.

"Ini sangat jelas karena Perum Perindo sendiri mempunyai datanya," tegas Ketua Paguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru, Tachmid Widiasto Pusoro.

Ia pun mengecam semua pernyataan dan data yang dikeluarkan Perum Perindo tidak sesuai fakta dan realitas. Pengguna jasa di Muara Baru telah silih berganti, pengguna jasa yang lama sudah banyak tidak beroperasi.

Saat ini mayoritas adalah pengguna jasa baru, kemudian kenaikkan tarif sudah berkali - kali, bukan 10 juta per hektar per tahun.

"Muara Baru dikuasai mafia. Muara baru dikuasai segelintir orang. Pengusaha Muara Baru sudah menikmati tarif murah 10 juta per hektar selama 30 tahun. Ini adalah fitnah dan data  bohong," tegas Tachmid, Rabu (12/10).

Ia menjelaskan langkah awal Perum Perindo adalah menaikkan tarif sewa lahan secara gradual per semester sampai 450 persen. Yang disebut 48 persen adalah kenaikan semester pertama, yang pada akhirnya akan naik lagi sampai 1000 persen di tahun 2021.

Tachmid menilai periode sewa lima tahun sangatlah di luar nalar, karena tidak feasible dan bankable. Selama ini, saham tongkang 25 persen dan harga ditentukan Perum Perindo adalah hak direksi.

"Dengan mematok 25 persen saham kosong kepada tongkang solar sangatlah tidak masuk akal, apalagi menentukan harga secara sepihak," kritiknya.

Terlebih, imbuh dia, lokasi tambat labuh sudah sempit dan fasilitas terhadap kapal yang berlabuh pun tidak ada sama sekali. Dengan menaikan 10 x lipat tentu pemilik-pemilik kapal tidak akan sanggup membayar. Bila membandingkan dengan negara - negara tetangga. Tarif ini sudah tidaklah sebanding.

Pihaknya menyoroti penggusuran paksa untuk pembangunan pasar modern 20 lantai. Apalagi pengguna jasa telah membayar tarif.

Menurut dia, rencana pembangunan pasar modern seperti Tsukiji di Jepang sangat absurd. Perum Perindo berdalih pembangunan pasar modern mengacu kepada Inpres No. 7 tahun 2016. Padahal pasar modern seperti Tsukiji  sama sekali tidak mendukung infrastruktur industri perikanan, bisa dibilang infrastruktur pariwisata.

"Inti masalah adalah Perum Perindo telah berubah tupoksi dari prasarana perikanan menjadi pencari untung sebanyak - banyaknya dengan menaikkan tarif sewa dan aturan memaksa," terangnya.

Pembentukan opini negatif di mata publik oleh Perum Perindo jelas kata dia, sungguh menyakitkan pengguna-pengguna jasa yang telah berkontribusi terhadap industri perikanan nusantara. Perum Perindo seharusnya intropeksi.

"Mari kita benahi bersama Pelabuhan Perikanan Muara Baru dengan bijak, bukan dengan bajak," pungkasnya.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA