"Prinsip-prinsip khas keuangan syariah yang memihak pada pemerataan pendapatan dan berorientasi pada kegiatan sosial lingkungan menjadikan pengembangan sistem keuangan syariah sangat relevan dengan pencapaian target-target SDGs," jelas Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad dalam keterangannya, Senin (10/10).
Dia menjelaskan, keuangan syariah tidak hanya menjangkau aspek pemberantasan kemiskinan. Juga mencakup peningkatan kesehatan, penyediaan pendidikan yang berkualitas, kesetaraan gender, pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, antisipasi perubahan iklim dan penurunan ketimpangan tingkat pendapatan.
"OJK sebagai otoritas sektor jasa keuangan di Indonesia terus mendorong perkembangan sektor keuangan syariah, mulai dari sektor perbankan syariah IKNB syariah dan pasar modal syariah," beber Muliaman.
Menurutnya, share industri perbankan syariah terhadap perbankan nasional menunjukkan kenaikan dibanding tahun sebelumnya yaitu dari 4,60 persen pada Juli 2015 menjadi 4,81 persen di Juli 2016. Share diperkirakan mencapai 5,13 persen apabila turut memperhitungkan hasil konversi BPD Aceh menjadi Bank Umum Syariah.
Sejalan dengan perkembangan share tersebut, terjadi kenaikan aset perbankan syariah (BUS dan UUS) sebesar 18,49 persen (yoy) dari Rp 272,6 triliun pada Juli 2015 menjadi Rp 305,5 triliun di Juli tahun ini. Kenaikan terutama didorong oleh meningkatnya penghimpunan dana pihak ketiga sebesar 12,54 persen (yoy) dari Rp 216 triliun pada Juli 2015 menjadi Rp 243 triliun di Juli 2016. Yang selanjutnya telah mendorong penyaluran pembiayaan tumbuh sebesar 7,47 persen (yoy) dari Rp 204,8 triliun pada Juli 2015 menjadi Rp 220,1 triliun di Juli 2016.
Sementara, dari sisi kualitas pembiayaan, NPF gross mengalami penurunan (yoy) dari 4,89 persen (Juli 2015) jadi 4,81 persen. Sementara profitabilitas yang tercermin dari rasio ROA meningkat dari 0,91 persen (Juli 2015) menjadi 1,06 persen, rasio BOPO membaik dari 94,19 persen (Juli 2015) jadi 92,78 persen. Selain itu, terjadi peningkatan kecukupan permodalan perbankan syariah yang tercermin dari kenaikan rasio CAR dari 14,47 persen (Juli 2015) jadi 14,86 persen.
Untuk pasar modal syariah, persentase nilai masing-masing efek syariah dari total efek per tanggal 23 September 2016 adalah saham syariah sebesar 55,97 persen, sukuk korporasi sebesar 3,88 persen, reksa dana syariah sebesar 3,76 persen dan sukuk negara sebesar 15,08 persen.
Sedangkan perkembangan industri keuangan non bank (IKNB) Syariah sampai Juli 2016 total asetnya meningkat sebesar 23,18 persen menjadi Rp 80,1 triliun. Pertumbuhan aset didominasi oleh penambahan pelaku usaha serta pengembangan produk dan layanan IKNB Syariah.
Sementara itu, sukuk Indonesia di lingkup global telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan mencapai sekitar 23,3 persen atau sekitar USD 10,15 miliar dari total penerbitan sovereign sukuk internasional. Indonesia juga negara pertama yang memiliki sukuk ritel.
"Pasar modal syariah juga bisa berperan signifikan dalam membantu pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah. Terutama melalui pengembangan pasar sukuk," jelas Muliaman yang juga mantan deputi gubernur Bank Indonesia.
[wah]
BERITA TERKAIT: