BPK: Laporan Keuangan SKK Migas Dapat Opini Tidak Wajar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 04 Oktober 2016, 16:52 WIB
BPK: Laporan Keuangan SKK Migas Dapat Opini Tidak Wajar
rmol news logo Badan Pemeriksa Keuangan menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2016 dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun 2015, dalam rapat paripurna di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (4/10).

Dalam laporan IHPS, BPK menyampaikan soal opini tidak wajar (TW) terhadap laporan keuangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas atau SKK Migas 2015.

Ini adalah opini terburuk dalam lima tahun terakhir bagi SKK Migas. Opini TW terjadi setelah SKK Migas memperoleh opini wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama empat tahun belakangan.

Ketua BPK, Harry Azhar Azis, menjelaskan, opini TW diberikan karena pihaknya menemukan dua kelemahan yang dilakukan oleh SKK Migas.

Pertama, BPK menilai pengakuan kewajiban diestimasi atas imbalan pascakerja berupa manfaat penghargaan atas pengabdian (MPAP), masa persiapan pensiun (MPP), imbalan kesehatan purna karya (IKPK) serta penghargaan ulang tahun dinas (PUTD) senilai Rp1,02 triliun tidak disetujui oleh Kementerian Keuangan.

Berbagai pengakuan kewajiban itu merupakan bagian dari persoalan pemutusan hubungan kerja atau PHK yang dilakukan terhadap para pegawai Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas atau BP Migas pada 13 November 2012.

Kemudian, BPK menemukan piutang abandonment and site restoration (ASR) dari delapan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) senilai Rp 72,23 miliar yang belum dilaporkan, meskipun kewajiban pencadangan ASR telah diatur dalam klausul perjanjian atau production sharing contract.

Lebih lanjut terkait paket pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Yakni perhitungan bagi hasil dan komersialisasi minyak dan gas, BPK menyatakan bahwa pembebanan cost recovery tidak sesuai ketentuan yakni Peraturan Pemerintah (PP) 79/2010 tentang cost recovery, dengan permasalahan antara lain koreksi perhitungan bagi hasil minyak dan gas sebesar ekuivalen Rp 2,56 triliun.

"10 KKKS kurang setor pajak penghasilan badan dan berpotensi untuk tidak dikenakan denda minimal US$ 22,21 juta atau seluruhnya ekuivalen Rp 1,08 triliun," jelas Harry. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA