Produsen Rokok Tolak PPN Tembakau Naik 10%

Volume Produksi Masih Belum Stabil

Jumat, 30 September 2016, 08:28 WIB
Produsen Rokok Tolak PPN Tembakau Naik 10%
Foto/Net
rmol news logo Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengajak in­dustri dan asosiasi diskusi mem­bahas rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Hasil Tembakau 10 persen. Industri meminta pemerintah menaikkan PPN sesuai kesepakatan awal.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebi­jakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Goro Ekanto mengatakan, kenaikan PPN Hasil Tembakau 10 persen baru sebatas wacana dan akan didiskusikan dengan stakeholder terkait.

"Kita akan lihat sejauh mana kemampuan mereka (industri) dalam mengimplementasikan PPN ini," kata Goro di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, saat ini PPN Ha­sil Tembaku dihitung mulai dari pabrikan hingga ke distributor dan seterusnya. "Kalau pabrikan ke distributor ada PPN, distribu­tor waktu menjual pungut PPN-nya," ujarnya

Mengenai teknis penerapan PPN ini, Goro mengakui perlu waktu. "Belum tahu kapan, tapi kami akan berdiskusi dengan asosiasi dan industri," ujarnya.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprin­do) Muhaimin Moeftie mem­inta pemerintah untuk tidak melakukan pemaksaan dalam menaikkan tarif penerimaan cukai rokok. Pasalnya, volume industri terus menurun sejak dua tahun lalu.

"Sampai Agustus tahun ini, volume produksi masih belum stabil dan bisa dibilang lebih kecil dibanding tahun lalu," tutur Moeftie.

Ia khawatir, bila tarif pen­erimaan cukai tetap tinggi, bisa-bisa produksinya akan semakin anjlok. Moeftie juga berharap pemerintah tetap dengan kes­epakatan awal untuk menaikkan PPN HT secara bertahap mulai 2017 hingga 2019.

Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) Suharjo menyoroti, rencana kenaikan PPN HT sebesar 10 persen. "Ke­naikan seharusnya dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun, bukan tiba-tiba menjadi 10 persen," urai Suharjo.

Menurut dia, tahun ini PPN rokok sudah dinaikkan dari sebelumnya 8,4 persen di 2015 menjadi 8,7 persen di Januari 2016. Tahun depan, PPN rokok dijadwalkan naik menjadi 8,9 persen. Pada 2018 baru naik menjadi 9,1 persen.

"Dengan BKF yang membi­dangi pajak disebutkan tahun depan ini sebetulnya di angka 8,9 persen," kata Suharjo.

Suharjo menganggap, per­cepatan kenaikan PPN ini dikarenakan pemerintah panik target pemasukan pajak sulit tercapai yang berpotensi ter­jadinya kekurangan yang besar. "Efeknya merugikan pelaku industri," katanya.

Karena itu, Suharjo berharap pemerintah tetap konsisten den­gan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. "Kesepaka­tan itu ada kronologi dan histo­rinya. Jadi sebaiknya sesuai jad­wal saja, jangan mengingkari," tukasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA