Holding energi adalah penyatÂuan PT Pertamina Gas (Pertagas) dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) di bawah Induk usaha PT Pertamina. Meski sudah memasuki tahap final, Kementerian BUMN masih harus berkonsultasi dengan DPR sambil menunggu terbit peraturan pemerintahnya.
Dalam RDP nanti, Rini berenÂcana menggandeng Kementerian Keuangan sebagai wakil dari pemerintah untuk ikut memaÂparkan.
"Nanti ada dengan eselon satu prosesnya. Kan RDP, rapat dengan eselon satu. ProsÂesnya gitu dulu. Jadwalnya nanti kan ada. (Kementerian) Keuangan ikut, kita ikut," kata Rini, saat ditemui di
Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, kemarin.
Menurutnya, pemerintah juga tengah merevisi Peraturan PeÂmerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2005 terkait Tata Cara PenyerÂtaan dan Penatausahaan Modal Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perseroan Terbatas (PT). Dia bilang, saat ini revisi PP tersebut masih daÂlam tahap finalisasi, bersamaan dengan rencana holding sektor energi.
"Lagi difinalkan. Semuanya lagi difinalkan. Kalau sudah, pasti kami infokan," katanya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta Kementerian BUMN secepat mungkin melakukan evaluasi sektor mana yang palÂing siap, sebelum merealisasikan holding perusahaan pelat merah yang ditarget rampung sebelum akhir tahun.
Adapun sektor yang akan dibentuk holding antara lain, holding energi, holding keuanÂgan, holding pangan, holding tambang, holding perumahan dan holding infrastruktur.
"Kalau dilihat saat ini, dari enam sektor yang akan dibenÂtuk holding, sepertinya sektor pangan yang belum siap. PadaÂhal sektor ini perlu sekali. Kita sudah menugaskan Kementerian BUMN untuk mengevaluasi, dan secepatnya menentukan siaÂpa yang maju lebih dulu," kata Darmin.
Jangan Sampai GagalPakar ekonomi bisnis UniversiÂtas Indonesia (UI) Rhenald Kasali menilai, jika holding BUMN enÂergi gagal dibentuk, maka IndoÂnesia akan mengalami kerugian besar. Pasalnya, hampir semua negara memperkuat BUMN-nya dengan membentuk holding.
"Contohnya Singapura, MaÂlaysia, Finlandia, Norwegia, Prancis dan masih banyak lagi. Semua membentuk holding, Indonesia akan kehilangan daya saing dengan bangsa-bangsa lain kalau BUMN-nya masih terpecah-pecah," ujarnya.
Selain kehilangan daya saing, kerugian lain adalah, harga gas tetap akan tinggi dan Indonesia tidak akan bisa membangun inÂfrastruktur yang lebih luas.
"Akhirnya kita harus mengÂgunakan modal dari pihak lain, utang dari pihak lain, dan kita juga harus membeli lebih mahal. Itu kerugian secara finansial," warning Rhenald.
Persoalan lain, kata Rhenald, karena masing-masing BUMN memiliki investasi sendiri-sendÂiri, sehingga tidak ada sinergi. Padahal, holding BUMN energi bisa memecahkan dua masalah sekaligus. Pertama, biaya ekonoÂmi yang tinggi dan terkait leverÂage dari
finance-nya, yakni untuk pembiayaan-pembiayaan.
"Dengan holding, maka aset menjadi besar dan bisa di-leÂverage secara finansial dan mendapat dukungan internaÂsional sehingga Indonesia bisa menjadi kaya dan sejahtera," kata Rhenald.
Ketua Dewan Pakar Ikatan Ahli Teknik Perminyakan InÂdonesia (IATMI) Benny LuÂbiantara mengatakan, holding BUMN energi yang akan segera dibentuk memang penting dan dibutuhkan.
Menurutnya, keberadaan holdÂing BUMN energi bisa menekan ego sektoral masing-masing BUMN, sehingga lebih bersinÂergi dan tidak terpisah-pisah.
"Tanpa holding, ego sektoral masing-masing BUMN akan sangat tinggi. Dan ini merupakan masalah serius pada energi kita. Karena bersaing dalam kontreks ego sektoral memang bisa beÂrakibat negatif," kata Benny.
Keberadaan holding BUMN energi, menurut dia, juga bisa meningkatkan skala ekonomi perusahaan. "Dengan bagusnya skala ekonomi, unit
cost bisa tuÂrun dan perusahaan bisa semakin eifisien. Dan itu positif serta bisa memperkuat korporasi," tuntasÂnya. ***
BERITA TERKAIT: