"Saya kira revisi itu bagus, cocok dengan keberadaan miÂgas kita yang berada di timur Indonesia dan sebagian besar berada di laut dalam. KegiaÂtan eksplorasi dan eksploitasi membutuhkan biaya yang cukup besar," ujar Mamit Setiawan kepada
Rakyat Merdeka.
Dia menilai, revisi PP 79/2010 akan menjadi stimulus untuk investor untuk mengeksplorasi migas di Indonesia. Insentif paÂjak yang ditawarkan pemerintah akan menjadi daya tarik.
"KKKS (Kontraktor KonÂtrak Kerja Sama) selama ini mengeluhkan masalah pajak, dan pemerintah menjawab keÂluhan itu," terangnya.
Saat ditanya soal lifting minyak, Mamit mengaku tidak yakin revisi PP 79/2010 dapat memberikan pengaruh besar terÂhadap produksi. "Saat ini tidak, karena harga minyak masih rendah. KKKS pasti menahan produksi. Revisi itu lebih untuk eksplorasi," ujarnya.
Revisi PP Nomor 79 Tahun 2010 telah selesai dilakukan. Dan, kini tengah menunggu pengesahan dari Presiden Jokowi. Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyampaikan poin-poin penting perubahan dalam PP tersebut pada Jumat (23/09). Menurut Sri, alasan mendasar pemerintah melakuÂkan revisi untuk memperbaiki iklim investasi.
"Berdasarkan kalkulasi, nilai keekonomian proyek akan meningkat melalui internal rate of return yang naik dari 11,59 persen menjadi 15,16 persen dengan dukungan pemberian fasilitas perpajakan maupun non-perpajakan pada masa eksplorasi," kata Sri Mulyani.
Pokok-pokok perubahan revisi PP 79/2010 tersebut antara lain, pertama, pemberian fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi yaitu pajak pertambahan nilai (PPN) impor dan bea masuk, PPN dalam negeri, dan pajak bumi bangunan akan ditanggung pemerintah.
Kedua, fasilitas perpajakan pada masa ekploitasi mencakup PPN impor dan bea masuk, PPN dalam negeri, dan pajak bumi bangunan ditanggung pemerinÂtah hanya dalam rangka pertimÂbangan keekonomian proyek.
Ketiga, pemerintah memÂberikan pembebasan pajak pengÂhasilan pemotongan atas pemÂbebanan biaya operasi fasilitas bersama oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya overhead kantor pusat.
Keempat, adanya kejelasan fasilitas nonfiskal mencakupÂinvestment credit, depresiasi dipercepat, dan MonesticMarket Obligation (DMO) holiday atau pembebasan kewajiban menyeÂtor ke pasar dalam negeri hingga produksi puncak. Kelima, revisi menambahkan konsep bagi hasil penerimaan menggunakan rezim sliding scale. Yani, pemerintah mendapatkan bagi hasil yang lebih apabila harga minyak tinggi. ***
BERITA TERKAIT: