Tender PLTMG Pontianak Dan Scattered Riau Memperpanjang Daftar Kegagalan PLN

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 04 Agustus 2016, 13:17 WIB
Tender PLTMG Pontianak Dan Scattered Riau Memperpanjang Daftar Kegagalan PLN
Foto :Net
rmol news logo Batas penyerahan dokumen tender PLTMG Scattered Riau 180 MW dan PLTMG Pontianak berkapasitas 100 MW segera berakhir. Namun tak ada satu pun peserta tender yang mendaftar atau memasukkan dokumen lelang.

Padahal dua proyek ini bagian dari program listrik 35 ribu Megawatt (MW) yang ditargetkan Presiden Jokowi harus rampung pada 2019 nanti.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menyesalkan tender PLTMG Pontianak dan Scattered Riau sepi peminat.

"Padahal sudah melalui proses panjang, tiga kali bolak-balik, tetap sepi peminat," ujarnya.

Kegagalan ini menurut dia, menambah daftar panjang kegagalan PLN dalam memenuhi target dari pemerintah. Diawali pembatalan tender PLTU Jawa 5 berkapasitas 2 x 1.000 MW.

Ia menangkap ada kesan PLN tak mau repot-repot membantu pengembang atau investor IPP. Terbukti, PLN mewajibkan pasokan gas untuk dua pembangkit ini harus disediakan oleh peserta tender. Sementara di tender lain seperti proyek IPP Jawa-1, PLN mengambil tanggung jawab pengadaan gas atau LNG-nya.

"Kebijakan PLN di proyek Jawa-1 sudah sangat baik dan seharusnya  dijalankan dengan konsisten," kritiknya.

Yusri menilai pilah-pilihnya PLN dalam hal penyediaan pasokan gas dalam tender IPP menunjukkan perusahaan setrum ini tidak mempunyai konsep yang jelas dan membingkungkan para investor pengembang IPP.

"Untuk PLTMG kecil, IPP diminta menyediakan sendiri gasnya. Sedangkan yang besar diambil alih PLN sendiri," ujarnya.

Dengan syarat seperti itu banyak pengembang IPP bingung dan akhirnya tak berminat ikut serta.

Harus diakui, PLN memang tidak mempunyai kapasitas dan kemampuan handal dalam penyediaan energi seperti batubara, bbm dan gas serta sumber energi alternatif lainnya secara berkelanjutan. Namun hal tersebut tidak boleh menjadi alasan bagi PLN untuk mengalihkan tanggung jawab penyediaan sumber energi ke para penembang IPP.

PLTMG Scattered menjadi bukti nyata. Meski kapasitasnya 180 MW, namun dengan PLTMG terpisah di delapan titik per lokasi. Akibatnya pasokan bahan bakar gas untuk pembangkit menjadi sangat rumit dan tidak ekonomis.

Kata Yusri, pada umumnya, kebijakan PLN dalam setiap pembangunan pembangkit dikenal dengan "komponen C", artinya bahan bakar sebagai energi pembangkit disuplai oleh PLN, akan tetapi kebijakan Direksi baru dalam proyek 35.000 MW ini diubah menjadi kewajiban IPP/Developer sebagai penyedianya.
"Tentu kebijakan ini akan menyulitkan pihak swasta yang akan ikut partisipasi di wilayah yang sulit dapat sumber energi khususnya gas, seperti halnya di Kalimantan Barat," jelasnya.

Dikonfirmasi terkait sepinya peminat, Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir mengaku tidak tahu menahu. Namun ia mengklaim akan membangun sendiri pembangkit tersebut apabila memang tidak ada peminatnya.

"Oh, tidak apa-apa. Nanti dibangun sendiri oleh PLN," ujar Sofyan di Jakarta, Selasa (2/8) lalu.[wid]



Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA