Misbakhun: FCTC, Penjajahan Model Baru

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 26 Januari 2016, 09:39 WIB
Misbakhun: FCTC, Penjajahan Model Baru
mukhamad misbakhun/net
rmol news logo Pengusul RUU Pertembakauan DPR, Mukhamad Misbakhun menolak keras aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang diserukan gerakan anti tembakau.

FCTC dinilainya penjajahan model baru dengan menggunakan isu kontemporer yang dimodifikasi dengan isu kesehatan.

"Sebelum petani tembakau dan cengkeh, serta industri nasional kretek dilindungi oleh peraturan perundang-undangan nasional, Saya menolak setiap agenda asing dan global untuk melakukan okupasi terhadap kebijakan pertembakauan di Indonesia," tegas Misbakhun di Jakarta.

Menurutnya, regulasi pemerintah yang ada saat ini, justru berpotensi mematikan keberadaan petani tembakau dan industri hasil tembakau (IHT). Misalnya, UU 36/2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012, serta aturan turunannya. Regulasi tersebut, kata Misbakhun, perspektifnya kesehatan dengan mengabaikan perspektif lain sehingga regulasi tersebut tidak komprehensif.

Politisi Golkar itu mengatakan, kelompok anti tembakau kerapkali berbicara risiko kesehatan akibat merokok. Selain itu, rokok juga dianggap pencetus faktor kemiskinan. Perokok tidak mendapat perlindungan dari BPJS Kesehatan. Isu-isu tersebut, ia menilai terkesan menyederhanakan persoalan.

"Mereka menyuruh petani tembakau beralih ke profesi lain, apakah dokter juga mau beralih ke tukang ojek, misalnya? Jika perokok tidak dicover BPJS kesehatan, kalau begitu, para perokok harus mengkampanyekan bahwa orang yang tidak merokok tidak boleh menerima apapun dari negara. Karena sebagian penerimaan negara disumbang perokok melalui cukai yang mereka bayar," kritik dia.

Misbakhun pun mempertanyakan kelompok anti tembakau yang menyatakan cukai hasil tembakau sebagai salah satu penerimaan negara tidak sebanding dengan resiko kesehatan yang ditanggung masyarakat. Sementara, diakui Misbakhun, kontribusi cukai untuk penerimaan negara sangatlah besar, hingga Rp 150-an triliun.

"Cari duit 150 trilun itu darimana? Belum lagi efek sosial, ekonomi, politiknya, kepentingan negara bisa terancam, apa yang akan terjadi?" tanya pria kelahiran Pasuruan itu.

Dalam konteks inilah, jelas dia, DPR merasa perlu RUU Pertembakauan untuk melindungi sektor tembakau dari hulu sampai hilir.[wid] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA