Gerakan Merawat Sungai Brantas KLHK Pecahkan Rekor MURI

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 11 Desember 2015, 19:53 WIB
rmol news logo Sebagai upaya meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pelestarian ekosistem sungai, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Jawa (P3EJ) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Ecoton (Ecological Observation and Wetland Conservation) baru-baru ini mengadakan pemantauan sungai secara massal di DAS (Daerah Aliran Sungai) Brantas.

Pemantauan selama dua hari, 8-9 Desember lalu itu dilaksanakan di lima kabupaten/kota, yakni Kabupaten Gresik, Jombang, Sidorajo, Mojokerto, dan kota Mojokerto, melibatkan 1.000 siswa dari 21 sekolah dari lima kab/kota tersebut.

Kegiatan dengan tajuk Gerakan Kembali ke Sungai 2015 ini sekaligus untuk memecahkan Rekor MURI (Museum Rekor Indonesia) untuk kategori Pemantauan Kualitas Air secara Biotilik dengan jumlah paling banyak (1.000 siswa SDâ€"SMA) di Sungai Brantas. Puncak kegiatan yakni penyerahan penghargaaan MURI yang akan digelar Sabtu (12/12) besok di kantor Ecoton, Desa Wringinanom, Gang 3, RT 1, RW 5, Kecamatan Wringinanom, Gresik, Jawa Timur.

Kepala P3EJ Sugeng Priyanto mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan untuk mendorong percepatan upaya aksi nyata untuk mewujudkan mimpi keberlanjutan kehidupan di bumi sesuai tema Hari Lingkungan 2015, yaitu Mimpi dan Aksi Bersama untuk Keberlanjutan Kehidupan di Muka Bumi.

Selain itu, untuk membangun kesadaran dan kepedulian bagi semua pihak terhadap keberlanjutan kehidupan di bumi dengan mewujudkan ketahanan lingkungan melalui peningkatan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH).

Menurut Sugeng, indikator kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan gambaran atau indikasi awal yang memberikan kesimpulan cepat dari suatu kondisi lingkungan hidup pada lingkup dan periode tertentu.

ILKH ini, lanjut Sugeng, dapat menjadi angka atau titik referensi kualitas lingkungan apakah pada posisi yang baik atau buruk atau pada kisaran di antaranya. Indeks ini bermakna sebagai sarana pembanding atau komparasi, dimana suatu subjek relativ terhadap subjek lainnya.

IKLH juga terkait erat dengan kebutuhan sasaran pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015â€"2019, yaitu terpeliharanya kualitas lingkungan hidup.

"Tahun 2013, angka IKLH Indonesia menunjukkan pada kisaran arti kurang (63,13) dan diharapkan tahun 2019 naik menjadi 68,5," harap Sugeng.

Dalam konteks ini, satu aksi nyata yang dilakukan P3EJ bersama Ecoton, dalam meningkatkan IKLH di Jawa khususnya yang terkait dengan IKLH Sungai Brantas melakukan Gerakan Aksi Untuk Lingkungan (GAUL) dengan tema Gerakan Kembali ke Sungai 2015.

 ebagaimana diketahui, Jawa dilewati sembilan DAS besar, salah satu DAS Brantas. Sungai Brantas panjang kurang lebih 320 km dan memiliki luas wilayah sungai ± 14.103 km2 yang mencakup ± 25 persen luas Propinsi Jawa Timur atau ± 9 persen luas Pulau Jawa.

Secara administrasi DAS ini ada dalam sepuluh kabupaten dan tujuh kota, yaitu Kab. Nganjuk, Tulungagung, Malang, Blitar, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Kediri, Gresik, dan Kab. Mojokerto. Tujuh kota, yaitu Batu, Surabaya, Sidoarjo, Malang, Blitar, Kediri, dan Pasuruan.

Persoalannya, saat ini, kecuali DAS Citanduy, IKLH sembilan DAS di Jawa (termasuk Brantas), memprihatinkan, yakni 46,88. Sementara itu, IKLH Bengawan Solo (44,59), Ciliwung (42,13), Cisadane (51,53), Cimanuk (46,28), Citanduy (62,43), Citarum (39,63) Progo (47,44) dan Serayu (58.01) (sumber: P3EJ, 2013).

 Gerakan Kembali ke Sungai 2015 ini menjadi momentum awal dalam membangun kepedulian dan kecintaan masyarakat akan kondisi sungai-sungai kita yang saat ini tercemar limbah.

"Jadi, satu langkah kecil namun punya makna mendalam dalam merawat Sungai Brantas menuju IKLH Sungai Brantas yang lebih manusiawi dan bermartabat," ujar Sugeng.[wid]



Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA