Industri Perbankan Butuh BCN

Rabu, 21 Oktober 2015, 13:41 WIB
rmol news logo Semakin berkembangnya industri perbankan di Indonesia harus diiringi pula dengan proteksi terhadap keamanan informasi cyber pada sektor tersebut. Sebab, hampir 90 persen kegiatan perbankan dilakukan melalui sistem IT (Information Technology)yang memanfaatkan jaringan informasi cyber.

Dirut Bank Riau Kepri (BRK), Dr. Irvandi Gustari menyatakan bahwa tantangan terbesar ke depan adalah tingkat awareness dari Bank papan menenengah dan bawah yang masih sangat rendah untuk keamanan informasi cyber-nya. Apalagi, saat ini hampir semua Bank melakukan bisnisnya melalui internet banking dan tentunya hal tersebut sangatlah membutuhkan sistem pengamanan yang terbaik dan terpadu.

"Kejahatan hacker (Peretasan) berlangsung secara massif di dunia perbankan setiap harinya. Ini secara dominan termasuk meretas data-data transaksi antar Bank maupun internal Bank itu sendiri. Pada tataran ini jelas nasabah yang akan sangat dirugikan dan secara jauh bisa menimbulkan Public Distrust terhadap industri perbankan," jelas Irvandi dalam keterangan tertulis yang dikirimkan ke redaksi, Rabu (21/10).

Hal ini juga peranh diutarakannya dalam kegiatan "Seminar Nasional Ketahanan dan Keamanan Informasi di Era Cyber" di kampus UPN Veteran Yogyakarta. Kegiatan yang merupakan hasil kerjasama dari Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi Cyber Nasional-Kemenko Polhukam RI dengan Laboratorium Hankam FISIP UPN Veteran Yogyakarta bermaksud mencari kesepahaman diantara para stakeholders, guna membangun ketahanan dan keamanan informasi cyber bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Kembali ke Irvandi. Kata dia, dalam menghadapi kejahatan cyber di dunia perbankan, apabila Bank memberikan informasi terbuka kepada publik terhadap bobolnya data transaksi nasabah, jelas akan terjadi penarikan uang secara besar-besaran terhadap Bank tersebut. Namun, dalam situasi tertentu dimana Bank tidak mengumumkan kebobolan data transaksi nasabah, maka Bank bisa dianggap melakukan pembiaran dan jelas sangat merugikan para nasabah.

"Sebagai Bank Daerah urutan lima tingkat nasional, BRK sudah mengantisipasi adanya ancaman cyber melalui penerapan keamanan informasi berbasis teknologi,peningkatan proses, mutu sumber daya manusia, bisnis dan penanggulangan secara legal," sambungnya.

Irvandi menyatakan bahwa sudah saatnya ada sebuah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk membangun ketahanan dan keamanan informasi cyber Nasional, terutama untuk memberikan perlindungan kepada sektor perbankan sebagai salah satu infrastruktur kritis dalam wilayah cyber.

Industri perbankan, kata dia lagi, selain juga harus membangun keamanan informasi cyber-nya secara mandiri, namun pemerintah juga harus memberikan perlindungan agar tidak terjadi kasus seperti negara Estonia dan Georgia pada tahun 2008. Dimana seluruh jaringan informasi cyber perbankan di negeri itu diserang para hacker Rusia, dan membuat lumpuh aktivitas masyarakat serta negaranya.

"Karena industri perbankan menjadi motor ekonomi dari sebuah negara, kekacauan pada sektor industri ini bisa mendorong terjadinya kerusuhan sosial pada skala yang lebih besar di tingkat masyarakat dan negara. Irvandi melihat adanya lima kerawanan yang menjadi faktor penyebab lemahnya keamanan informasi cyber di industri perbankan yakni, kerawanan prosedur perbankan, fisik, aplikasi,perilaku, regulasi dan penegakan hukum," jelasnya.

Dia menambahkan, dunia perbankan sangat antusias dan mendukung secara positif kehadiran dari Badan Cyber Nasional (BCN) kelak, yang di prakarsai oleh Kemenko Polhukam selama ini.

"Tentunya BCN nanti akan secara langsung memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional, melalui perlindungan ketahanan dan keamanan cyber Nasional pada infrastruktur kritis, tutup Irvandi. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA