Tak tanggung-tanggung, nilai utang kepada Bank Pembangunan China yang diajukan sebesar 3 miliar dolar AS atau sekira Rp 42 triliun. Rini tak sendiri, ia memboyong tiga pimpinan direksi BUMN yakni Direktur Utama Bank Mandiri, Dirut Bank Rakyat Indonesia, dan Dirut Bank Nasional Indonesia.
Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Apung Widadi, menilai utang itu terkesan dipaksakan.
"Kenapa utang yang dipaksakan? Kalau kita bisa melihat neraca keuangan tiga perbankan itu, saya pikir neraca keuangannya sehat. Tidak defisit dan kemudian tiap tahun mendapat dana dari APBN. Nilai asetnya (bank) Mandiri pun hampir 1.000 triliun lebih gitu kan," urai Apung dalam konferensi pers di Kantor Fitra, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Rabu (23/9).
"BRI juga sangat kuat di daerah-daerah di Indonesia, di Seluruh daerah, dan kemudian BNI juga sama," lanjutnya.
Menurutnya, penandatanganan utang tersebut janggal mengingat ketiga bank plat merah yang diboyong dalam keadaan sehat secara finansial.
"Apakah sebenarnya mereka itu kekurangan modal, misalnya. Apakah misalnya ketika argumentasinya bahwa itu untuk membiayai infrastruktur yang akan didorong melalui proyek Jokowi?" cecar Apung.
Tak hanya itu, menurutnya patut pula dipertanyakan jika kemudian proyek-proyek yang akan direalisasikan oleh Presiden Joko Widodo harus menyangkut dulu ke Bank BUMN.
"Harusnya kalau misalnya proyek misalnya, ya sudah kerja sama saja. Banknya tetap bank luar negeri. Kenapa ini seolah-olah justru bank ini dijadikan jaminan oleh Menteri Rini," gugat Apung.
[wid]
BERITA TERKAIT: