Dalam rapat kerja antara Komisi VI DPR dengan Kementerian Perdagangan pada awal September lalu, permasalahan nasabah SPA menjadi topik pembahasan anggota dewan. Salah satunya, nasabah atas nama Hadi. Namun, saat itu pihak Kemendag dinilai belum memberikan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan DPR. Alhasil, topik itu akan dilanjutkan lagi saat rapat kerja dengan Kemendag.
"Kami sudah enam kali mengirim surat kepada Menteri Perdagangan, tetapi hingga kini belum ada tindakan apa-apa. Anak buah pak Mendag di Bappebti harusnya ditindak. Diduga kasus ini ada permainan kuat dari orang-orang tertentu," kata kuasa hukum Hadi, Rocky Nainggolan melalui siaran pers .
Dia lantas menceritakan kronologi kejadiannya. , Seluruh kegiatan ini diawasi secara ketat oleh Bappebti, di bawah Kemendag.
Tepatnya 13 November 2014, kliennya resmi menjadi nasabah MIF dengan menandatangani satu bundle perjanjian yang sudah disiapkan oleh pialang, terutama Perjanjian Amanat dan menyetorkan sejumlah dana ke rekening pialang.
Selanjutnya Hadi melakukan transaksi secara bilateral dengan pedagang yang sudah ditentukan oleh pialang yakni PT. SAM dengan komoditi FOREX dan Locco London melalui internet secara online menggunakan sistem Meta Trader. Cara transaksi seperti ini dikenal dengan Sistem Perdagangan Alternatif (SPA). Seluruh kegiatan ini diawasi secara ketat oleh Bappebti, di bawah Kemendag.
Namun, hanya dalam jangka waktu kurang dari satu bulan, lanjut Rocky, kliennya mengalami kekalahan sebesar Rp 34 miliar. Ia menambahkan, selama bertransaksi Hadi mengalami beberapa kejanggalan dan sudah berulangkali dikeluhkan dan dipermasalahkan kepada pialang (PT MIF) selaku perantara.
Kejanggalan-kejanggalan tersebut menimbulkan berbagai kesulitan-kesulitan, khususnya pada waktu mengambil posisi untuk memasuki pasar (entry market) dan strategi menutup posisi untuk keluar dari pasar (exit market).
Namun keluhan nasabah itu hanya ditanggapi sebagai angin lalu oleh pialang dengan berbagai alasan, utamanya koneksi internet nasabah yang bermasalah. Kejanggalan-kejanggalan inilah yang menurutnya menjadi penyebab habisnya uang yang ditransaksikan.
Pihaknya sudah mengadukan kasus itu ke Bappebti pada 30 Januari 2015. Namun, hingga kini terkesan berbelit-belit. Tak putus asa, pihaknya kembali mendesak Bappebti pada 13 April untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap pihak terkait disertai dengan bukti-bukti kejanggalan. Alhasil, kilennya diperiksa Bappebti, tapi hanya sekali dan itu pun secara verbal yang hingga kini tak ada kelanjutannya.
"Bagaimana bisa tercipta suatu transaksi yang wajar, transparan dan fair kalau tidak ada kejelasan," cetusnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: