Senator NTB: Moratorium TKI ke Timur Tengah Harus Dikaji Seksama

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 09 Mei 2015, 08:07 WIB
Senator NTB: Moratorium TKI ke Timur Tengah Harus Dikaji Seksama
farouk muhammad/net
rmol news logo Rencana pemerintah yang akan melakukan moratorium terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di 21 negara Timur Tengah harus dikaji dengan seksama dan disiapkan sistem jaring pengaman  (buffer system) yang memadai.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Farouk Muhammad mengimbau agar seluruh proses moratorium itu dilakukan dengan sosialiasasi yang intensif, penyiapan alternatif pekerjaan dan tak sekedar wacana tanpa serius melakukan penguatan sistem.

"Kebijakan moratorium perlu kajian yang  mendalam namun efektif, tidak bisa berdasarkan argumentasi yang cenderung reaktif dan jangka pendek," tegas Farouk Muhammad dalam keterangan resminya, Sabtu (9/5).

Dalam siaran pers dari Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri dijelaskan bahwa kebijakan moratorium diambil setelah setelah dua pembantu rumah tangga asal Indonesia dihukum mati di Arab Saudi.

Senator dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menambahkan, bagi sebagian daerah, pengiriman TKI ke luar negeri telah menjadi salah satu sumber pendapatan konsumsi masyarakatnya. Sebagian besar dari TKI tersebut bekerja pada sektor informal (rumah tangga), dibandingkan sektor industri pengolahan, jasa maupun manufaktur.

Berdasarkan data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) di tahun 2014, wilayah asal TKI, paling banyak berasal dari Jabar mencapai 79.862 orang. Namun jika dihitung berdasarkan kabupaten dan kota paling banyak dari Lombok Timur 22.179 orang, sedangkan yang kedua dari Indramayu.

"Idealnya jumlah TKI sektor informal dapat ditekan dan dikurangi setiap tahun, namun tentu saja proses tersebut harus dipikirkan secara matang dan dilaksanakan secara konsisten oleh pemerintah maupun industri yang bergerak di bidang ini," jelas Farouk.

Bersamaan dengan itu, lanjut dia, usaha pemerintah dalam peningkatan kapasitas TKI selain dengan melakukan pembekalan hard skill (keterampilan teknis), juga ada baiknya mereka diberikan kemampuan soft skill yang sesuai dengan karakteristik Negara maupun pekerjaannya.

Data terakhir tahun 2013 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan TKI yang bekerja di luar negeri dominan terdiri atas pendidikan SD sebesar 31,25 persen, lalu berpendidikan SMP sebesar 37,39 persen, berpendidikan SMU sebesar 24,37 persen, Diploma 5,6 persen, Sarjana S1 sebesar 1,23 persen, dan Pascasarjana sebesar 0,1 persen.  Sedangkan dari devisa TKI diperkirakan sebanyak Rp 88,6 triliun.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA