Pengamat Kebijakan Energi, Sofyano Zakaria mengatakan, pemerintah tidak bisa meÂnyalahkan Pertamina, ketika menaikan harga jual gas elpiji. Pasalnya, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009, elpiji 12kg ditetapÂkan sebagai elpiji umum yang tidak disubsidi. Akibatnya, harÂga diatur dan ditetapkan Badan Usaha Niaga Elpiji. Dalam hal ini adalah pertamina.
"Jadi Pertamina hanya wajib melaporkan saja ke pemerintah, jika akan menetapkan harga jual. Tidak perlu meminta izin atau meminta persetujuan peÂmerintah," katanya di Jakarta.
Menurut Sofyano, karena elpiji umum atau elpiji 12 kg bukan bersubsidi, maka penÂetapan harganya sama dengan harga minyak goreng, gula, atau beras yang mengacu ke harga pasar. Kenaikan hargÂanya juga tidak memerlukan sosialisasi dari pelaku. "Inilah yang seharusnya disikapi oleh pemerintah. Apalagi perlu diketahui, sekitar 60 persen kebutuhan elpiji dalam negeri diimpor, termasuk elpiji non-subsidi," ujarnya.
Selama ini, kata Sofyano, harga elpiji mengacu ke harga cp aramco dan untuk April cp aramco berada di kisaran Rp 7.000/kg, di luar ongkos angÂkut, marjin SPBE, marjin agen, marjin pertamina, ppn, dan biaya lain. "Menurut perhitunÂgan saya, harga jual elpiji non-subsidi nilai pantas jualnya ke masyarakat ada di kisaran Rp 13.000/kg," katanya. ***
BERITA TERKAIT: