"Kami melihat sebagian besar KUR belum tepat sasaran. Banyak lembaga keuangan penyalur KUR tidak menyalurkan untuk pelaku usaha mikro yang tidak punya agunan masih dimintai agunan," ujar kata Ketua Umum Hipmi DKI Jakarta (Hipmi Jaya) Rama Datau Gobel, kepada wartawan di Jakarta (Minggu, 21/12).
Padahal, katanya, konsep KUR ini dulunya untuk membantu pelaku usaha mikro yang usahanya profitable namun tidak bankable. Makanya, kredit macetnya atau non performing loan-nya/NPL dijamin oleh pemerintah melalui Askrindo dan Jamkrindo.
"Itu anggarannya sudah ada. Ini namanya KUR malah jatuh ke tangan pelaku usaha yang sudah mapan," sambung dia.
Hipmi juga mendukung rencana pemerintah untuk memberikan plafon KUR kepada nasabah maksimal sebesar Rp 25 juta.
"Kita minta KUR itu tidak ada lagi yang Rp 100 juta atau ke atasnya nilainya, sebab bila nilainya sudah di atas Rp 25 juta sudah dapat dianggap sebagai nasabah komersil, tarifnya juga komersil," kata Rama.
Rama pun menyoroti saat ini bunga KUR yang masih cukup tinggi buat pelaku UKM. Bunga KUR saat ini di atas 16%. Harus dipikirkan juga bagaimana supaya single digit bunganya. Apa perlu dibantu subsidi bunga? Perlu kajian juga,†imbuh Rama.
Selain usaha tanpa jaminan, Hipmi juga mengingatkan bahwa peruntukan KUR dulunya untuk pengusaha pemula. Namun faktanya, perbankan masih enggan memberikan pembiayaan KUR kepada pengusaha pemula atau startup. Para startup ini ungkap Rama rata-rata punya prospek bisnis yang bagus. Hanya saja, mereka ingin berkembang tapi terkendala modal.
"Mereka akhirnya lari ke KTA dan kartu kredit yang bunganya mencekik. Risiko bisnisnya juga kena.Sebab biaya dananya mahal," tukas Rama.
[dem]
BERITA TERKAIT: