PT Blue Bird tanpa kata taxi di belakangnya juga diduga kuat selama ini menggunakan fasilitas milik PT. Blue Bird Taxi.
Pemegang saham PT. Blue Bird Taxi menilai telah terjadi persaingan usaha tidak sehat antara perusahaan tersebut yang diciptakan dua pemegang saham yang mendirikan perusahaan sempalan bernama PT. Blue Bird. PT Blue Bird juga dinilai melakukan praktek monopoli karena berdiri sebagai perusahaan di dalam perusahaan.
Beberapa pihak termasuk pemegang saham PT Blue Bird Taxi menyayangkan sikap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena dengan mudah mengeluarkan surat pernyataan efektif atau izin penawaran saham perdana (IPO) kepada PT Blue Bird. Padahal proses hukum gugatan masih berjalan di pengadilan.
Menurut pakar bisnis perbankan Universitas Pelita Harapan (UPH) Frans Hendra Winarta, PT Blue Bird tanpa kata Taxi yang telah menjual saham ke publik dengan informasi yang diklaim pemegang saham PT Blue Bird Taxi melanggar pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.
"Penjelasan saham tidak boleh dengan keterangan yang tidak benar dan secara sepihak, atau menyesatkan investor," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (29/11).
Frans menjelaskan, adanya perusahaan di dalam perusahaan tidak dibenarkan. Mengingat, di dalam perusahaan terdapat pemegang saham, komisaris, dan dewan direksi.
"Apalagi kalau ada gugatan perdata, harus diumumkan dalam laporan tahunan, dan itu akan mengurangi marketability dari saham itu. Ya pasti orang tidak akan mau menanam modal di perusahaan Blue Bird kalau ada pertikaian di dalamnya.," katanya.
Sebuah perusahaan, lanjutnya, juga tidak bisa memasarkan sahamnya di BEI jika masih mengalami sengketa internal.
"Kalau memang ada suatu sengketa harus diselesaikan dulu. Jangan dipasarkan karena harus ada ketidakpastian hukum. Nanti saham yang dijual tidak sah," imbuh Frans.
[why]
BERITA TERKAIT: