Infrastruktur Pasokan Gas Tak Dibangun, Ketahanan Energi Nasional Makin Rawan

Cadangan Masih Tinggi, Pemerintah Diminta Permudah Insentif Buat Investor

Selasa, 04 November 2014, 09:47 WIB
Infrastruktur Pasokan Gas Tak Dibangun, Ketahanan Energi Nasional Makin Rawan
ilustrasi
rmol news logo Pemerintah didesak melakukan percepatan dan memberikan insentif pembangunan pipa gas untuk bisa memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri.

Dirjen Pengembangan Per­wilayaan Industri Kementerian Pe­rindustrian (Kemenperin) Imam Haryono berharap p­e­ngem­bangan infrastruktur pipa gas terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan gas ka­wasan industri.

Untuk meningkatkan per­tumbuhan industri nasional di­perlukan penyedian energi baik listrik, gas maupun batubara. Apa­lagi, kebutuhan gas industri setiap tahunnya bakal mengalami peningkatan,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Tahun depan, kata Imam, ke­butuhan gas akan mencapai 482.937 Million British Thermal Unit (MMBTU), lalu 2020 men­jadi 621.712 MMBTU, kemudian 2025 menjadi 782.691 MMBTU dan 2035 menjadi 1.559.831 MMBTU.

Namun, yang terjadi saat ini, cadangan gas bumi yang besar lokasinya sangat jauh dari ka­wasan industri yang banyak berada di Sumatera dan Jawa. Karena itu, untuk menjamin kelancaran pa­sokan gas ke in­dustri diperlukan dukungan infrastruktur.

Menurut Imam, pemerintah punya kewajiban men­jamin ketersedian bahan baku dan energi dalam negeri. Hal ini ba­gian untuk meningkatkan daya saing industri.

Ke depan diperlukan pe­ngembangan infrastruktur pipa gas untuk menyalurkan gas dari sumbernya ke kawasan dan sen­tra-sentra produksi,” ucapnya.

Direktur Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, jika dibanding BBM, cadangan gas Indonesia masih lebih besar. Apalagi, peme­rin­tah juga masih melakukan impor BBM untuk memenuhi kebu­tuhan dalam negeri.

Menurut Marwan, berdasarkan data PT Pertamina (Persero) se­tiap bulannya Indonesia masih meng­impor 13 juta barel untuk meme­nuhi kebutuhan solar (30 per­sen) dan premium (70 persen) ka­rena kapasitas kilangnya terbatas.

”Kilang Indonesia hanya mam­pu menghasilkan sekitar 825 ribu barel minyak mentah per hari dan hanya menghasilkan 75 persen BBM. Selain itu, cadangan mi­nyak akan habis dalam 11 tahun jika tidak ada temuan sumber baru,” urai nya.

Di lain pihak cadangan gas bumi masih besar. Per harinya, menurut Marwan, bisa mem­produksi sampai 17,5 juta ton gas. Tapi hingga kini konsumsi dalam negeri baru 1,5 juta ton. Alhasil sisanya diekspor karena ada kontrak masa lalu.

Dia mengatakan, permintaan gas dalam negeri juga terus melonjak beberapa tahun ter­akhir. Akhir 2014, permintaan gas kota naik 224-956 juta kaki kubik. Dengan peningkatan per­tum­buhan gas domestik, ke depan pemerintah harus bisa meng­integrasikan sektor hulu dan hilir un­tuk menjaga pasokan gas dalam negeri.

Marwan berharap pemerintah memberikan kemudahan dan insentif bagi para investor yang mau menanamkan modalnya untuk pengembangan in­fra­stru­k­tur gas. Insentif bisa berupa bea masuk dan tax holiday.  Meski begitu, kendalinya tetap di tangan pemerintah.

Untuk mengelola ini peme­rintah bisa menunjuk Pertamina. Apalagi Pertamina memiliki kemampuan mengelola sektor gas secara komprehensif baik di hulu maupun di hilir dan salah satu produsen gas terbesar di dunia,” katanya.

Dengan demikian, keman­di­rian energi yang menjadi tujuan Pemerintahan Jokowi-JK akan tercapai.

Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto mengatakan, komit­men pemerintah untuk memenuhi kebutuhan domestik harus dii­ringi dengan ketersediaan infra­struktur dan keeko­no­mi­an pe­ngem­bangan lapangan gas.

Menurut dia, pemerintah mesti menyediakan infrastruktur gas seiring habisnya kontrak ekspor gas. Misalkan kontrak ekspor gas habis pada 2018, maka in­fra­struktur sudah tersedia,” katanya.

Kontrak ekspor, lanjut Dito, tidak bisa langsung dialihkan ke dalam negeri karena berjangka panjang. Sifat gas yang tidak bisa disimpan seperti minyak, mem­butuhkan kontrak jangka panjang agar memberikan kepastian bagi produsen dan pembeli.

Sebelumnya, Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Ke­menterian Perindustrian Har­janto mengungkapkan, kunci pe­ngem­bangan industri ma­nu­faktur ialah ketersediaan bahan baku dan pasokan energi. Na­mun sayang, ketersediaan gas belum optimal untuk menopang proses produksi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA