Direktur Minuman dan Tembakau Direktorat Jenderal Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Faiz Ahmad menilai, kenaikan cukai rokok 10 persen untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) tahun depan terlalu tinggi. Pihaknya mengusulkan, kenaikan cukai rokok kretek buatan tangan ini tidak lebih dari 5 persen.
“Kenaikan 10 persen berpotensi mendongkrak harga jual terlampau tinggi. Ini membuka celah bagi rokok ilegal merembes lebih luas di pasar domestik. Sigaret ilegal ini umumnya berasal dari dalam negeri sendiri,†ujarnya.
Menurutnya, segmen SKT perlu dipertahankan karena tergolong industri padat karya.
Dirjen Bea dan Cukai Agung Kuswandono beralasan peningkatan nilai cukai rokok dilakukan karena tahun ini tidak ada kenaikan.
Peneliti dari Universitas Indonesia (UI) Syamsul Hadi mengatakan, zaman dulu di Kudus, Jawa Tengah, banyak sekali industri rokok kretek. Setiap rumah bebas membuat bisnis rokok kretek, tapi sekarang sudah tidak ada lagi.
“Tindakan pemerintah meningkatkan cukai perlahan akan mematikan pertanian tembakau dan cengkeh,†tegasnya.
Syamsul menegaskan, pemerintah sebaiknya meninjau kembali aspek kelangsungan hidup petani tembakau dan cengkeh sebelum akhirnya meningkatkan cukai tembakau. Saat ini banyak petani tembakau yang kehilangan sumber penghasilannya dan terpaksa beralih ke pertanian lain yang bukan keahlian mereka.
Menurut Syamsul, memang sejak 2008, dana Cukai Hasil Tembakau (CHT) telah diatur dialokasikan ke daerah dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH-CHT).
Alokasi ini bertujuan mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau (APTI) Nurtianto Wisnu Brata mengatakan, rencana pemerintah menaikkan cukai tembakau hingga 10 persen berdampak pada kenaikan harga produk yang pada akhirnya berdampak bagi petani karena turunnya pangsa pasar tembakau.
Dilema yang sama juga dihadapi industri. Turunnya produksi akibat kenaikan harga berdampak serius bagi perusahaan. Tak menutup kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja di industri tembakau.
Menurut Wisnu, sikap pemerintah itu ambivalen pada tembakau. Di satu sisi mengaku berpihak kepada tembakau, tetapi di sisi lain menggencet tembakau dengan berbagai regulasi.
Ia merasa heran, kretek yang notabene aset bangsa, dari bahan baku hingga tenaga kerja dan mayoritas menggunakan komponen lokal, justru dimatikan. ***