Waspadai Penumpang Gelap Kampanye Anti Tembakau

Disinyalir Kompetisi Dagang Industri Farmasi

Selasa, 02 September 2014, 09:14 WIB
Waspadai Penumpang Gelap Kampanye Anti Tembakau
ilustrasi
rmol news logo Tembakau mampu menangkal virus ebola setelah diubah menjadi vaksin membuktikan komiditas itu mempunyai banyak fungsi. Karena itu, semua pihak, terutama pemerintah diharapkan tidak mudah termakan kampanye global anti tembaku. Apalagi di Indonesia, komoditas itu mampu menopang ekonomi nasional.

Dampak kampanye global itu bakal memusnahkan varietas tembakau Indonesia yang sejatinya tidak bisa ditemukan di belahan dunia lainnya.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengungkapkan, temuan tembakau mampu menjadi vaksin ebola membuktikan justifikasi komoditas tembakau sebagai komoditi berbahaya sangat tidak tepat.

“Pengetahuan manusia sangat terbatas. Kini kita tahu di dalam tembakau justru mengandung unsur tidak terduga yang berguna bagi umat manusia. Artinya, kita tidak bisa menjustifikasi tembakau adalah produk negatif,” tegas Ismanu kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Temuan tembakau mampu menjadi vaksin juga ditegaskan Guru Besar Biocel asal Universitas Brawijaya Malang Prof Sutiman. 

Sayangnya, ketika ada penemuan seperti ini, seringkali, pemerintah dalam ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak pernah pro aktif. Kementerian justru sibuk berkampanye rokok sebagai pembunuh nomor satu. Padahal seringkali kampanye negatif itu tidak didasari dari hasil penyelidikan ilmiah.

“Seringkali kampanye negatif itu lebih bermotif kompetisi dagang, dengan target merusak pilar-pilar penyangga perekonomian negara termasuk dalam hal ini tembakau,” tegas Ismanu.

Dia mengingatkan, dari sisi ekonomi, tembakau memberi kontribusi kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga mencapai Rp 110 triliun tiap tahun hanya dari cukai rokok. Belum lagi pajak-pajak lainnya ataupun dari sisi penyerapan tenaga kerja.

Ismanu meyakinkan temuan bahwa tembakau mampu diubah menjadi vaksin harusnya didukung, dihargai sekaligus didorong. Jangan sampai temuan penting ini diabaikan karena kebiasaan lebih menghargai vaksin-vaksin yang diimpor.

Apalagi tidak menutup kemungkinan isu wabah ebola hanya kedok industri farmasi global untuk meluncurkan vaksin baru. “Ini harus diwaspadai jangan sampai ada penumpang gelap,” ucapnya.

Ismanu menduga segala kampanye negatif terhadap tembakau berawal dari industri farmasi. Untuk itu, ia berharap kreativitas anak bangsa, termasuk temuan tembakau bisa diubah menjadi vaksin agar terus diinformasikan, bahkan didukung penuh.

Guru Besar Biocel asal Universitas Brawijaya Malang Profesor Sutiman mengungkapkan, tembakau yang tumbuh di sejumlah wilayah di tanah air bisa untuk menangkal virus ebola yang saat ini sedang hangat diperbincangkan dan belum ada obatnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA