Sentil Pemerintah, Ketua BPK Tuding Pengendalian BBM Membingungkan

FITRA Yakin Beban Subsidi Energi Tak Bikin Bangkrut Negara

Jumat, 29 Agustus 2014, 09:27 WIB
Sentil Pemerintah, Ketua BPK Tuding Pengendalian BBM Membingungkan
ilustrasi
rmol news logo Keinginan Pemerintah Jokowi-JK menaikkan harga BBM subsidi dikritik. Sebab, yang selama ini paling membebani anggaran negara adalah pembayaran utang bukan subsidi BBM.

Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai, alasan Jokowi-JK yang ngotot menaikkan harga BBM subsidi tidak masak akal.

Menurut dia, dasar menaikkan harga dengan alasan subisidi BBM menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan banyak dinikmati kalangan orang kaya sangat tidak ilmiah.

“Alasan itu hanya akal-akalan yang dibuat untuk menciptakan opini sesat. Seolah-olah subsidi ini yang bikin APBN bangkrut,” tegasnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Kenapa begitu? Uchok menjelaskan, hal tersebut bisa lihat dari perbandingaan realisasi anggaran 2013 atau APBN Perubahaan 2013. Dari data tersebut diketahui jika yang membebani APBN itu bukan subsidi buat rakyat, tetapi pembayaran bunga utang.

Menurut Uchok, realisasi belanja pembayaran bunga utang 2013 sebesar Rp 113 triliun atau sebesar 100.46 persen dari jumlah dianggarkan dalam APBN Perubahaan sebesar Rp 112.5 triliun. Itu artinya realisasi belanja pembayaran bunga utang 2013 lebih besar Rp 12,5 triliun atau naik 12,46 persen dari realisasi tahun tahun 2012 sebesar Rp 100.5 triliun.

Sementara realisasi seluruh subsidi buat rakyat pada 2013 sebesar Rp 355 tahun. Jika dibandingkan 2012 memang ada kenaikan 2,49 persen dari realisasi tahun 2012 sebesar Rp 346.4 triliun. Sedangkan khusus untuk subsidi energi dari 2012 ke 2013 mengalami penurunan dratis sampai Rp 1,8 triliun.

Uchok juga mengkritik alasan subsidi banyak dinikmati oleh orang kaya. Menurutnya, itu pendapat yang menyesatkan. Apalagi jumlah orang kaya Indonesia sangat sedikit dan biasanya tidak mau membeli bensin subsidi karena akan merusak kendaraannya. 

“Jadi, dengan alasan semua itu tidak perlu anggaran subsidi dicabut. Siapapun pemerintah yang mencabut anggaran subsidi sama saja dengan anti rakyat,” katanya.

Uchok mengatakan, kalaupun ada pembekakan pada anggaran subsidi sebaiknya pemerintah menambah anggaran subsidi tersebut. Penambahaan anggaran subsidi bisa ditambah dari piutang pajak 2013, dan bisa ditagih tahun ini.

Menurutnya, piutang pajak pada Direktorat Jenderal Pajak 2013 sebesar Rp 77,3 triliun dan piutang pajak pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada 2013 dan harus ditagih pada 2014 sebesar Rp 25,8 triliun.

Menko Perekonomian Chairul Tanjung menegaskan, Pemerintahan SBY tidak akan menaikkan harga BBM subsidi hingga masa jabatannya habis. Alasannya, dalam dua tahun terakhir sudah menaikkan beberapa komoditas seperti harga BBM 33 persen pada tahun sebelumnya dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL).

CT-sapaan akrab Chairul Tanjung, juga mengaku lucu dengan banyaknya pihak yang mendesak pemerintah menaikkan harga. Padahal, dulu menolak keras harga itu naik.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil menganggap kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi saat ini membingungkan.

“Kebijakan bisa berubah sehari dua hari, ini yang menurut saya sama-sama ke depan harus kita ubah. Kalau memang dibatasi ya sudah, diumumkan resmi tidak dadakan,” tegasnya di Jakarta, kemarin.

Pada 18-26 Agustus, PT Pertamina  mengurangi jatah BBM bersubsidi di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sebesar 5-21 persen. Hal ini menyebabkan antrean panjang karena masyarakat panik BBM bersubsidi akan langka.

Namun, mulai kemarin Pertamina sudah tidak lagi menerapkan kebijakan tersebut. Pasokan BBM bersubsidi di setiap SPBU pun mulai dinormalkan kembali.

“Sekarang kan masyarakat jadi bingung, dibatasi tapi nggak berapa lama dilepas lagi. Jangan minggu kemarin kebijakannya dibatasi, tapi sekarang dilepas lagi. Menurut saya itu kurang bagus, kebijakan itu harus konsisten,” terang politisi PAN ini.

Menurut dia, solusi untuk mengatasi masalah subsidi BBM adalah menaikkan harga. Dia menilai hal ini bisa dilakukan saat periode Pemerintahan SBY atau Presiden Joko Widodo.

“Persoalan dinaikkan sekarang atau setelah Oktober nanti, ya sama saja. Yang penting masyarakat disiapkan, semua tokoh diajak berkomunikasi bahwa ini persoalan kita bersama,” tuturnya.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA