“Saat ini kapasitas dan kualitas produksi kakao kita belum terlalu menggembirakan. Tapi kami akan terus berusaha membantu dan mendorong petani dan pelaku usaha kakao guna tingkatkan produksi,†ujar Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan saat membuka Bali International Cocoa Festival (BCIF) di Jembrana, Bali, kemarin.
Syarief mengaku pihaknya akan memberikan kemudahan akses pembiayaan bagi masyarakat Kabupaten Jembrana agar petani dan pelaku usaha lebih bergairah, baik melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
Politisi Partai Demokrat itu mengingatkan, kalau petani dan pelaku usaha ingin meraih pasar dunia, maka harus optimis dan tidak boleh berhenti untuk menciptakan one village one product. Artinya, petani dan pelaku usaha harus memberi nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan.
“Nilai tambah itu bukan hanya tampilannya, tetapi harus dimulai pada saat produk itu ditanam. Termasuk di dalamnya bagaimana intrensifikasi dan memelihara produk yang dihasilkan,†jelasnya.
Dia berharap, industri kakao di dalam negeri bisa bersaing dan mengalahkan produk global.
“Kakao selalu identik dengan Swiss, saya memiliki mimpi bersama dengan petani untuk merubah maindset masyarakat. Kalau bicara soal kakao bukan lagi Swiss tapi sudah Kabupaten Jembrana,†ungkapnya.
Syarief percaya diri (pede) mimpinya itu bisa terealisasi. Alasannya, Indonesia sudah memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di antara negara-negara G20. “Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar setelah China,†ujarnya.
Dia mengklaim, turunnya angka pengangguran dan kemiskinan karena pemberdayaan petani dan koperasi yang berjalan baik. Kemiskinan berkurang karena semangat koperasi, semangat kewirausahaan yang diyakini masyarakat.
Direktur Yayasan Kalimanjari I Gusti Agung Ayu Widiastuti mengatakan, industri kakao masih terkendala akses pasar atau ke pabrik. Selain itu, kualitas dan kapasitas produksi yang masih lemah, pengembangan lahan dan keberlanjutan kakao juga belum maksimal.
Selain itu, banyak harga kakao dimainkan oleh para cukong atau tengkulak sehingga petani tetap di posisi yang sangat lemah.
Ayu mengatakan, kondisi itu berbanding terbalik dengan kondisi Indonesia sebagai negara penghasil Kakao nomor tiga di dunia setelah Gana dan Pantai Gading.
“Kita negara penghasil kakao terbesar nomor tiga dunia. Kualitas produksi tidak kalah dengan negara-negara lainnya di dunia. Namun posisi tawar petani kita sangat lemah. Ini sangat memprihatinkan,†ujarnya.
Sementara Ketua Panitia BCIF 2014 Agung Widiastuti menambahkan, pelaksanaan festival ini mewadahi petani untuk saling berbagi ilmu serta pengalaman dalam meningkatkan daya tawar mereka. “Kami ingin memfasilitasi petani melalui festival ini bahwa dengan memiliki komitmen tinggi, maka akses pasar dapat diraih,†ujarnya. ***