ASEAN COMMUNITY 2015

Gawat, Perbankan RI Tertinggal Dua Langkah dari Malaysia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 13 Juli 2014, 16:09 WIB
rmol news logo Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono menilai perbankan nasional ketinggalan dua langkah dari negeri jiran dalam menghadapi pasar bebas Asean 2015 (Asean Economic Community/AEC).

Menurut Sigit ini terjadi karena perbankan Malaysia konsisten terus-menerus memperkuat dan membesarkan industri perbankannya sejak krisis ekonomi Asia tahun 1997 lalu hingga kini.

Pernyataan tersebut disampaikan Sigit menanggapi pengumuman mega merger yang dilakukan oleh tiga bank asal Malaysia, yakni CIMB, RHB Capital, dan Malaysia Building Society. Dalam pengumumannya kepada regulator, ketiga bank tersebut sepakat melakukan mega merger yang akan melahirkan bank keempat terbesar di Asia Tenggara.

Saat ini, CIMB Grup adalah bank kedua terbesar Malaysia, di bawah Maybank. Namun dengan langkah mega merger, CIMB otomatis menjadi bank terbesar.

Menurut Sigit, dalam pengumumannya Sabtu (12/7) kemarin, CIMB menyatakan telah mendapatkan persetujuan dari Bank Sentral Malaysia. Keputusan mega merger tersebut dilakukan guna membantu pemerintah Malaysia mewujudkan visinya untuk mentransformasikan perekonomian Malaysia menjadi negara maju pada 2020, dengan target menggandakan pendapatan perkapita penduduknya dalam enam tahun ke depan menjadi US$ 15 ribu.

Bahkan menurut New Straits Times, entitas bank hasil mega merger tersebut akan memiliki total aset sebesar 614 miliar ringgit (183,1 miliar dolar AS atau setara Rp 2.123,96 triliun), mengalahkan aset Maybank sebesar 578 miliar ringgit.

"Malaysia membuktikan mereka mampu melakukan konsolidasi perbankan pada saat krisis Asia dan di saat normal seperti sekarang. Tapi di Indonesia, ambil contoh saja rencana akuisisi BTN oleh Bank Mandiri beberapa waktu lalu, bagaimana semua orang begitu ributnya, padahal itu merupakan bagian dari konsolidasi perbankan. Konsolidasi antar bank BUMN saja tidak berjalan," jelas Sigit dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (13/7).

Sigit menilai, dalam jangka pendek, mega merger yang dilakukan ketiga bank Malaysia itu tidak berpengaruh signifikan terhadap Indonesia. Namun dalam jangka panjang hal tersebut mendukung pertumbuhan non organik.

"Merger dalam dunia perbankan adalah pilihan rasional. Regulator memberikan insentif bagi yang melakukan konsolidasi. Sejak dulu Malaysia konsisten mengurangi jumlah bank mereka. Inilah salah satu strategi mereka menghadapi pasar bebas Asean," kata Sigit.

Sigit pun berharap, pemerintahan terpilih nanti bisa melaksanakan konsolidasi perbankan yang sudah merupakan kebutuhan mendesak. Untuk itu, Perbanas akan mengusulkan cetak biru perbankan.

Menurut Sigit, cetak biru perbankan diperlukan sebagai arah pengembangan perbankan nasional ke depannya. Dalam rancangan itu, karakteristik masing-masing bank akan dijabarkan lebih lanjut dan cetak biru itu akan mengikat seluruh multi-stakeholder seperti OJK, pemerintah, BUMN, dan parlemen, sehingga selain setiap pihak terlibat, jika terjadi pergantian pemerintahan, kebijakan ini tak perlu berganti.

"Pasar bebas Asean sudah di depan mata, kita harus segera melakukan konsolidasi perbankan. Bank Mandiri sebagai bank terbesar di Indonesia saja sekarang baru masuk urutan ke delapan di Asean," ujar Sigit.[wid]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA