Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengatakan, kelangkaan pupuk tidak akan terjadi jika Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) bekerja dengan baik.
Menurut dia, disparitas (perbedaan) harga pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi sangat tinggi menyebabkan banyak orang ingin mencari keuntungan dengan cara tidak benar. Atau dengan cara menumpuk pupuk.
Karena itulah pengawas pupuk ini menjadi sangat penting. Apalagi anggotanya terdiri dari polisi, kejaksaan, termasuk dari kelompok tani juga ada.
“Kita sudah dukung anggaran, di mana ada biaya operasional juga kita tambah, mestinya jalan. Kalau jalan dengan baik mestinya penyimpangan itu paling tidak, kalaupun tidak bisa dihapus sama sekali ya diminimalisir,†ucap Suswono, kemarin.
Karena itu, dia meminta KP3 di tiap kabupaten dan kota memperbaiki pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi.
Untuk diketahui, kelangkaan pupuk terjadi hampir di semua daerah. Kelangkaan mengancam target pencapaian tanaman pangan yang disusun pemerintah.
Sementara, KP3 di tiap kabupaten dan kota diketuai langsung oleh sekretaris daerah (sekda).
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori mengatakan, kelangkaan pupuk yang terjadi saat ini di beberapa daerah mengancam target pangan pemerintah.
Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa menutup celah permainan dalam tata niaga pupuk. Mestinya, itu tidak boleh terjadi dan sudah bisa diantisipasi jauh-jauh hari. Apalagi kejadian ini selalu berulang-ulang dan jika dibiarkan akan mengganggu rencana tanam dan proses tanam yang sudah direncanakan petani.
Dampak bagi pemerintah, kata Khudori, akan menganggu target-target produksi aneka tanaman pangan utama yang sudah direncanakan. Selain masalah permainan tata niaga pupuk, kelangkaan pupuk bersubsidi yang terjadi juga karena faktor bencana di awal tahun yang menyebabkan konsumsi pupuk meningkat.
Khudori juga mengatakan, sistem rayonisasi distribusi pupuk bersubsidi juga menjadi salah satu penyebab kelangkaan pupuk. Dia meminta pemerintah segera memperbaiki sistem distribusi rayonisasi tersebut.
Menurutnya, sistem itu membuat ketimpangan antara daerah satu dengan daerah lain yang berbeda wilayah. Ketimpangan itu membuat distribusi pupuk bersubsidi tidak merata.
Dia mencontohkan, terjadinya bencana awal tahun di beberapa daerah di Jawa menyebabkan petani gagal panen. Akibatnya, para petani harus tanam ulang dan membutuhkan pupuk subsidi yang mestinya untuk bulan musim tanam Mei dan Juni tetapi itu maju ke bulan Maret sehingga perlu realokasi.
Namun, realokasi ini tidak mudah karena rayonisasi per wilayah itu. Misalnya di Jawa Barat tidak terjadi bencana, bencananya terjadi di Jawa Timur dan Jawa Tengah, ketika kebutuhan petani pupuk bersubsidi karena bencana tadi, tidak mudah mengalokasikan pupuk bersubdisi di Jawa Barat ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ketua Umum Kelompok petani dari Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menduga kelangkaan pupuk bersubsidi di berbagai daerah disebabkan penurunan alokasi pupuk bersubsidi oleh pemerintah tahun ini.
Selain langka, Winarno mengatakan, pupuk juga harganya mahal. Mahalnya pupuk ini disebabkan tingginya biaya produksi di dalam negeri.
Karena itu, pihaknya akan memeriksa penyebab kelangkaan pupuk yang hampir terjadi di seluruh sentra produksi pangan di Indonesia. ***