Pengusaha Mau Belajar Kepastian Usaha Dari Kasus Asian Agri Group

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 06 Februari 2014, 19:14 WIB
rmol news logo Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Haryadi B Sukamdani menilai, proses hukum kasus pajak Asian Agri Group (AAG) sebagai kasus  aneh yang terkesan dipaksakan. Pasalnya,  kasus itu masih dalam proses banding di Pengadilan Pajak, tapi sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA).

"Harus ada kepastian hukum yang bisa menjadi pegangan bagi dunia usaha," kata Hariyadi kepada wartawan di Jakarta (Kamis, 6/2).

Menurut dia, pidana yang terkait perbuatan seseorang diproses oleh pengadilan negeri sampai ke MA. Sedangkan, besaran denda yang menyangkut korporasi, seharusnya diputuskan di Pengadilan Pajak. "Pihak yang berhak menentukan nilai, yang menjadi dasar denda dalam putusan MA, semestinya Pengadilan Pajak," terangnya.

Berdasarkan Putusan MA No.2239K/PID.SUS/2012 tanggal 18 Desember 2012, Asian Agri dinyatakan kurang membayar pajak pada periode 2002-2005 senilai Rp 1,25 triliun dan denda Rp 1,25 triliun. Total yang harus dibayarkan keseluruhan Rp 2,5 triliun.
Menurut Hariyadi, proses hukum semacam itu akan menyebabkan berkembangnya distrust (ketidakpercayaan) di kalangan dunia usaha. Ketidakpercayaan seperti itu tidak berlebihan, karena dalam kenyataannya masih banyak kasus  aneh menyangkut dunia usaha di negeri ini

Dia pun mencontohkan kasus Gayus Tambunan, yang dihukum karena pengajuan keberatan pajak yang dikabulkan. Padahal, menurut kebijakan di Ditjen Pajak, Gayus memang bisa mengabulkan keberatan itu. "Tapi, Gayus dihukum karena itu atau dengan kata lain pasal yang dipakai salah," jelasnya.

Menurutnya, proses hukum kasus Gayus hampir sama dengan yang dialami Suwir Laut dalam kasus Asian Agri. Pasal-pasal yang digunakan menjatuhkan hukuman salah, sehingga akan membuat petugas pajak takut mengambil putusan yang benar. Kondisi itu pun akan mempengaruhi pembayar pajak.

Namun, sepanjang dalam penyidikan terungkap fakta-fakta dan terbukti secara sah di pengadilan dan putusannya inkracht maka proses hukum seharusnya dianggap selesai dan mesti dipatuhi. “Langkah AAG mematuhi keputusan pengadilan sudah menunjukkan itikad baik dan layak untuk dihargai,”  katanya. Dengan pembayaran denda oleh AAG, lanjut , mestinya kasus pidananya juga berhenti. Oleh karena itu, dia berharap aparat tidak terus mencari-cari kesalahan dalam kaitan dengan perusahaan.

PT Asian Agri sendiri menyatakan, masalah perpajakan yang membelit perseroan merupakan wilayah abu-abu. Kendati demikian, perseroan menyatakan  mematuhi semua ketentuan hukum berlaku. Perwakilan keluarga Sukanto Tanoto, Anderson Tanoto, menyatakan, perseroan siap bekerja sama dengan pemerintah terkait perpajakan.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA