"Di Indonesia, jumlah aktuaris cuma 170 orang. Namun, penambahan jumlahnya membutuhkan sekolah dalam waktu yang panjang, karena terkait dengan skill," ujar Deputi Komisoner OJK Bidang Pengawasan Industri Keuangan Non-bank (IKNB) II OJK, Dumoly Freddy Pardede kepada wartawan di sela-sela Semintar "RBC:Discussion Future Framework and Sharing Expert" bersama Manulife Finance di Hotel JW Marriot, Jakarta, Selasa (22/10).
Menurut Dumoly, sejauh ini industri perasuransian nasional membutuhkan setidaknya 600 aktuaris. Berdasarkan perhitungan OJK, aktuaris yang benar-benar bekerja di perusahaan asuransi tidak lebih dari 100 orang.
Kendati demikian, jelas Dumoly, OJK tetap mengupayakan pengembangan industri melalui pernerbitan dan perbaikan sejumlah aturan untuk meningkatkan daya saing, termasuk tetap memberikan kesempatan kepada perusahaan-perusahaan asuransi untuk mengembangkan variasi produk. Dumoly juga menilai kondisi pasar modal saat ini tidak akan mengganggu risk based capital (RBC) industri lembaga keuangan non-bank khususnya asuransi. RBC di Indonesia idealnya, menurut Dumoly, sebesar 120 persen.
Dumoly menambahkan, OJK sebenarnya kini lebih memperhitungkan pengawasan industri asuransi secara berimbang. Artinya, selain mendukung pertumbuhan industri, pengawasan OJK mengedepankan perlindungan konsumen.
"Indonesia membutuhkan waktu yang lebih cukup untuk menyiapkan infrastruktur dan sumber daya manusia, terutama aktuaris. ditambah Sekarang ini variasi produk asuransi masih sangat terbatas, sehingga tanpa adanya ragam produk, akan sulit bagi kita untuk bersaing di tingkat kawasan (ASEAN) dan dunia,"demikian Dumoly
Di tempat yang sama, Deputi Aktuaris Manulife Financial, Daniel mendukung pemerintah, dalam hal ini OJK dalam menetapkan peraturan terhadap perusahaan asuransi nasional. Penetapan RBC yang baru diterapkan di Indonesia, menurut Daniel, perlu diketahui oleh semua perushaan asuransi demi melihat seberapa besar kekuatan atau ketahanan perusahaan asuransi menghadapi berbagai gejolak dan tekanan yang tercermin dari rasio kecukupan modal atau RBC.
"Makanya kami buat acara seminar internasional ini agar semua stakeholder asuransi di Indonesia bisa sharing bagaimana RBC yang sudah diterapkan di negara luar. Kami undang para ahli dari Jepang, Amerika Utara, Malasyia, Singapura biar lebih memahami penetapan RBC yang ditetapkan pemerintah melalui RBC," papar Daniel.
Daniel mengatakan, saat ini waktu yang tepat untuk melakukan strengthening, salah satunya fine tuning dalam cara penghitungan RBC yang disamakan dengan standar Internasional. Dengan begitu, akan tercipta perusahaan optimum dengan resiko sekecil mungkin.
[wid]
BERITA TERKAIT: