Rachmad Wijaya selaku sekjen Forum Pengguna Gas Bumi berpendapat bahwa dengan diberlakukan sistem tersebut justru dapat membantu menekan harga gas. Sebagai gambaran, industri pengguna gas di Jawa Timur dapat menikmati harga gas kisaran 5,5-9 Dolar AS per mmbtu. Bandingkan dengan di Jawa Barat yang belum open acces, harga gas bisa melambung sampai 16 Dolar AS per mmbtu.
"Bagaimana kita mau bersaing kalau harga gas begitu tinggi," kritiknya, Rabu (16/10).
Senada dengan pengamat migas dari Reformines Institute, Priagung Rakhmanto. Menurut Priagung, sistem open access di negara-negara lain sudah lebih dulu diterapkan. Dia mencontohkan negara Amerika Serikat.
Di negara AS, sistem open access diberlakukan pada interstate pipeline di mana setiap negara bagian merupakan daerah otonomi. Untuk di Indonesia sendiri sistem ini sebetulnya sangat cocok. Sebab prakteknya, otonomi daerah di Indonesia terjadi pada tingkat kabupaten.
"Majunya industri di suatu wilayah otonomi juga berdampak pada keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena itu, karena saat ini telah tergelar jaringan distribusi gas yang antar kabupaten maka secara politik otonomi juga sudah harus open access," jelasnya
.[wid]
BERITA TERKAIT: