"Perlindungan mutlak ditingkatkan karena banyaknya kasus-kasus pelaut perikanan Indonesia yang mendapat perlakuan tidak manusiawi di luar negeri," kata Presiden KPI Hanafi Rustandi di Jakarta, Jumat (19/9).
Terkait soal ini, Hanafi minta pemerintah segera menetapkan peraturan tentang prosedur dan biaya perekrutan bagi pelaut perikanan migran sesuai standar internasional. Peraturan itu perlu diterapkan secara transparan untuk mengurangi biaya yang selama ini dibebankan kepada pelaut.
"Semua pelaut perikanan yang bekerja di luar negeri harus memiliki kontrak kerja dan persyaratan lainnya yang wajib diverifikasi dan disahkan oleh pemerintah," kata Hanafi yang baru mengikuti pertemuan regional ASEAN membahas masalah perlindungan bagi pelaut perikanan migran.
Pertemuan yang diselenggarakan ILO itu diikuti delegasi pemerintah dan organisasi pekerja ASEAN juga dihadiri beberapa negara yang mempekerjakan pelaut perikanan, seperti Jepang, Korea dan Spanyol. Pertemuan berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 12-13 September 2013.
Dijelaskannya, pertemuan Makassar itu antara lain merekomendasikan negara-negara ASEAN membentuk Komite Tripartit mencatat dan menyelidiki pengaduan pelaut perikanan migran yang menghadapi masalah. “Stop Centre†juga perlu dibentuk di negara tujuan penempatan untuk memudahkan pendataan pelaut perikanan, nakhoda dan pemilik kapal, sehingga pengaduan pelaut dapat ditangani dengan cepat.
Selain itu, negara asal dan negara tujuan penempatan pelaut perlu menandatangani MoU bilateral, baik mencakup pelatihan, perekrutan, penempatan, perlindungan dan pemulangan pelaut perikanan migran. Hanafi juga menyoroti kondisi pelaut dalam negeri, di mana masih banyak penggunaan pelaut asing di kapal-kapal ikan berbendera Indonesia yang beroperasi di fishing ground Indonesia.
Penggunaan pelaut asing kebanyakan berasal dari Burma, Vietnam dan Kamboja, selain menimbulkan berbagai masalah juga bertentangan dengan Undang-undang No. 45/2009 yang merupakan revisi UU No.31/2004 tentang Perikanan yang menyatakan bahwa kapal perikanan Indonesia wajib diawaki oleh pelaut Indonesia, dan kapal asing yang beroperasi di ZEEI wajib mempekerjakan sedikitnya 70 persen pelaut Indonesia dari total awak kapalnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: