Negara Kehilangan Triliunan Rupiah dari Sektor Cukai

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Selasa, 10 September 2013, 20:49 WIB
Negara Kehilangan Triliunan Rupiah dari Sektor Cukai
ilustrasi/net
rmol news logo Negara tahun ini hampir dipastikan kehilangan potensi tambahan penerimaan negara triliunan rupiah dari sektor cukai. Hal ini terjadi lantaran pemerintah belum bisa menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.78/PMK.011/2013 tentang Penetapan Golongan Dan Tarif Cukai Hasil Tembakau Terhadap Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau Yang Memiliki Hubungan Keterkaitan.

Pemerintah mengaku tak bisa mulai mengutip cukai perusahaan terafiliasi dengan tarif baru lantaran akan ada revisi dari isi PMK.

"Akan ada revisi untuk PMK itu, dan tahun ini ditargetkan selesai. Jadi sampai sekarang kami belum bisa meng-collect tarif baru di PMK 78 tahun 2013," kata Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, Selasa (10/9).

Ia mengakui, ada potensi penerimaan yang holang dengan langkah ini. Sayangnya ia belum bisa membeberkan berap total potential lost yang terjadi.

"Nanti baru di tahun 2014 kami bisa mengimplementasikan PMK hasil revisi tersebut," serunya.

Wakil Ketua Komisi XI Achsanul Qosasi mengakui, sejauh ini Komisi XI sudah meminta kepada Menkeu utk mempertimbangkan kembali pemberlakeukan PMK 78. Alasannya karena PMK tersebut tidak berpihak pada industri rokok kecil. Selain itu, lanjutnya, sesuai masukan yang masuk ke Komisi XI, PMK tesebut diterbitkan tanpa melibatkan perusahaan rokok berskala kecil yang mayoritas memproduksi jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan melibatkan banyak tenaga kerja.

"Penggolongan tersebut hanya menguntungkan pabrik rokok besar yang menggunakan mesin (SKM). Ada baiknya pemerintah memanggil dan berdiskusi terlebih dahulu dengan pabrik rokok. DPR akan membaantu untuk mengawal serta mendampingi agar terjadi suatu dsikusi yang sehat sebelum PMK diterapkan," tutur Achsanul.

Sejalan dengan itu, ia menilai, implikasi kepada penerimaan memang tetap harus menjadi acuan pemerintah. "Kami akan minta untuk dikalkulasi potensi penerimaannya," serunya.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJPC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penerimaan Cukai sampai dengan 31 Juli 2013 tercatat sebesar Rp 61,22 atau 58,48 persen dari target tahunan APBN 2013 (atau sebesar 100,21 ersen dari target proporsional sampai dengan 31 Juli 2013 yang sebesar Rp 61,09 triliun). Dibandingkan dengan capaian sampai dengan periode yang sama (Januari-Juni) tahun 2012 yang sebesar Rp 53,43 triliun, terjadi kenaikan sebesar 14,58 persen.

Faktor utama yang paling mempengaruhi penerimaan cukai hasil tembakau (HT) adalah volume produksi. Pada tahun 2013 ini produksi diperkirakan melebihi 340 miliar batang SKM, SPM, dan SKT. Tarif Cukai HT ini disesuaikan berdasarkan PMK 179/PMK.011/2012 tanggal 12 November 2012, dengan rata-rata kenaikan (dibanding 2012) sebesar 8,5 persen, yang mulai berlaku 25 Desember 2012.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA