Pengusaha Dukung Kebijakan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Selasa, 10 September 2013, 15:44 WIB
Pengusaha Dukung Kebijakan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati
ilustrasi/net
rmol news logo Kebijakan Pemerintah meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati pada bahan bakar minyak disambut baik dan didukung kalangan pengusaha penyalur minyak non subsidi. Kebijakan tersebut dinilai akan mampu memberi sumbangan terhadap ketahanan energi nasional, dan mengurangi bbm impor.

"Peningkatan kandungan bahan bakar nabati pada bahan bakar minyak yang dipergunakan secara umum oleh masyarakat di negeri ini, jelas akan mengurangi ketergantungan bbm yang sangat dominan berasal dari hasil impor," Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia, Sofyano Zakaria, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (10/9).

Sofyano mengungkapkan, apabila kandungan bahan bakar nabati ditingkatkan menjadi sebesar 10 persen, maka akan mengurangi 10 persen bbm impor.

Meski begitu dia berharap pemerintah membuat kebijakan yang bisa membuat masyarakat tertarik menggunakan bbm non subsidi, dengan memberi insentif yang menarik bagi masyarakat atau konsumen pengguna bbm non subsidi. Insentif tersebut antara lain berupa kebijakan penghapusan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor pada BBM Non Subsidi. Atau bisa juga dengan pengurangan pajak pertambahan nilai atas penjualan bbm non subsidi dari sebesar 10 persen menjadi hanya 5 persen.

"Kebijakan ini akan memperkecil disparitas harga antara harga bbm bersubsidi dengan bbm non subsidi, yang pada akhirnya mampu pula memberantas penyelewengan bbm bersubsidi," katanya.

Lebih lanjut dikatakan Sofyano, untuk mengoptimalkan pemanfaatan penggunaan bbm non subsidi maka kegiatan pendistribusiannya bukan diatur dengan peraturan yang ketat sebagaimana yang digunakan terhadap kegiatan penyaluran bbm bersubsidi. BBM Non Subsidi adalah komoditas yang tidak ada muatan subsidi pemerintah, karena itu tidak perlu dibentengi dengan peraturan yang justru bisa kontra produktif dengan upaya menekan penggunaan bbm bersubsidi.

Dicontohkan Sofyano, Peraturan Menteri ESDM No 16/2011 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak misalnya, menimbulkan persoalan bagi kegiatan distribusi bbm non subsidi. Dalam Permen 16/2011 hanya dinyatakan tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak, tidak untuk Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak Tertentu. Padahal Permen tersebut merupakan Petunjuk Pelaksanaan dari Pasal 66 Peraturan Pemerintah No  36/2004, Perpres 71 Tahun 2005 dan Perpres 45 Tahun 2009 yang kesemuanya menetapkan sebagai Peraturan untuk Kegiatan Penyaluran BBM Bersubsidi.

Untuk itu, jelas dia, kemarin pihaknya telah mengajukan usul tertulis kepada Menteri ESDM yang telah diserahkan langsung kepada Wakil Menteri ESDM dan Dirjen Migas.

"Walau Permen 16/2011 telah ditunda pemberlakuannya sebagaimana ditetapkan dalam Permen ESDM No 27/2012 , namum para agen bbm non subsidi tetap berharap agar Permen tersebut ditetapkan sebagai Peraturan Pelaksanaan dari PP 36/2004, Perpres 71/2005 dan Perpres 45/2009 tentang Kegiatan Penyaluran BBM Tertentu (Bersubsidi)," tandasnya. [dem] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA