Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (ASPIDI) Thomas Sembiring mengatakan, rontoknya rupiah akan berdampak pada kenaikan harga daging dipasar.
Alasannya, para importir saat ini membeli daging impor dengan dolar. Menurut dia, sebelum dolar melonjak jadi Rp 11 ribu, pihaknya membeli daging impor Rp 60 ribu per kg. Tapi, dengan dolar Rp 11 ribu, dia harus membeli daging impor Rp 64- Rp 66 ribu per kg.
Apalagi, meroketnya dolar juga menyebabkan pajak bea masuk daging impor naik. Pasalnya, kata dia, bea masuk menyesuaikan dengan nilai belinya.
“Kita kena dua kali dampak kenaikan dolar. Pertama, harga beli jadi naik. Kedua, bea masuk impor ikutan naik. Ini tentu akan berdampak pada harga jual daging,†kata Thomas kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Ditanya berapa kenaikannya, Thomas mengaku, masih menghitungnya karena nilai tukar dolar masih belum stabil. Namun, dia sedikit membocorkan kenaikannya tidak akan jauh beda dengan kenaikan harga beli impor.
Tapi, Thomas mengatakan, kenaikan itu bisa dihindari jika pemerintah mengurangi bea masuk daging. “Pengurangan itu akan sedikit menekan harga,†ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia (APPHI) Marina Ratna mengatakan, rontoknya rupiah sangat memukul bisnis mereka. Dia bilang, gara-gara pelemahan rupiah, harga impor daging mengalami kenaikan Rp 3.000 hingga Rp 4.000 per (kg).
Kendati berat, kata dia, importir tak bisa langsung mengurangi atau menghentikan impor. Pasalnya, importir harus mengikuti aturan main yang ditetapkan pemerintah, yakni pemasukan harus sesuai dengan waktu yang tertera dalam dokumen impor.
Karena itu, Marina berharap, pemerintah segera mengambil kebijakan untuk segera menstabilkan rupiah.
Impor Tidak Pakai Kuota LagiMenteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, untuk mengantisipasi lonjakan rupiah, pemerintah telah merilis empat paket kebijakan.
Salah paket kebijakan yang diambil yaitu dengan mengubah tata niaga impor daging sapi dan holtikultura dari mengandalkan skema pembatasan kuota menjadi andalkan harga. Langkah ini diambil untuk menjaga daya beli dan inflasi.
“Dari sisi pemerintah untuk mengatasi inflasi yang muncul akhir-akhir ini, pemerintah akan ubah tata niaga impor daging dari mekanisme kuota menjadi andalkan harga,†terang Hatta di Jakarta, kemarin.
Thomas mengaku tidak setuju dengan rencana impor daging berdasarkan harga. Menurutnya, itu akan merugikan importir yang sudah mendapat kuota impor.
“Misalnya ada importir yang sudah dapat izin impor 100 ribu ton, tiba-tiba harga daging turun. Terus impornya dihentikan, padahal mereka baru merealisasikan 50 ribu ton. Terus sisanya itu bagaimana,†tanya Thomas.
Padahal, kata Thomas, kuota itu berlaku untuk satu tahun. Tapi, dia menegaskan, mendukung agar pasokan daging tidak sepenuhnya dari impor untuk menjaga peternak dalam negeri. “Kita dukung langkah pemerintah untuk menstabilkan harga daging diangka Rp 75 ribu per kg,†katanya.
Tapi, dia meminta agar pemerintah tidak terlalu bernafsu untuk mengurangi impor selama produksi sapi dalam negeri tidak mencukupi. Karena, hal itu justru akan membuat harga daging melonjak tajam seperti saat ini.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengklaim harga daging sapi khususnya di pasar yang ada di Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek), sudah mulai turun dikisaran Rp 80 ribu per kg.
Bahkan, Gita optimistis pada akhir tahun ini harga daging sapi bisa mencapai Rp 75 ribu per kg.
“Kami tetap menargetkan harga daging seperti tahun lalu untuk tahun ini, yaitu Rp 75 ribu per kg. Sebelum akhir tahun ini kita coba upayakan agar harga rata-rata (harga) daging sapi bisa turun ke Rp 75 ribu seperti tahun lalu,†harap Gita. [Harian Rakyat Merdeka]