Demikian ditegaskan mantan Kepala Bulog, Rizal Ramli. Menurut penasihat ahli Perserikatan Bangsa Bangsa ini, lewat revitalisasi dan reposisi, Bulog bisa menangani produk pangan lain seperti gula, kedelai, jagung, dan daging sapi. Kebijakan ini bisa menanggulangi dominasi kartel yang selama ini sangat merugikan negara dan rakyat Indonesia.
"Sebaiknya Bulog juga diberi wewenang mengurusi gula, jagung, kedelai, dan daging sapi. Ini bukan monopoli, tapi hanya untuk stabilisasi harga. Reposisi Bulog justru untuk mengurangi dominasi pengusaha-pengusaha yang beroperasi bagai kartel di sejumlah komoditas tertentu," urai ekonom senior ini usai bertemu Kepala Bulog, Sutarto Alimoeso, di Jakarta, Kamis (18/4).
Lagi pula, dengan perluasan peran dan fungsi ini, Bulog akan memperoleh pendapatan lebih baik sehingga bisa mengurangi subsidi pemerintah. Bahkan tidak mustahil Bulog bisa membiayai program raskin tanpa harus membebani APBN.
Di sisi lain, Rizal Ramli yang juga mantan Menko Perekonomian ini mengakui, Bulog pernah punya rekam jejak buruk di masa silam. Di masa Orde Baru, Bulog adalah sarang korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta mesin uang untuk kepentingan penguasa. Kendati Kepala Bulog silih berganti, peran seperti itu kembali terus berulang. Akibatnya, hampir semua Kepala Bulog pernah masuk penjara. Boleh dikatakan hanya Jusuf Kalla dan Rizal Ramli yang tidak bermasalah dengan hukum.
Ketika kirisis moneter 1998, International Monetary Fund (IMF) memaksa pemerintah Indonesia memangkas banyak fungsi Bulog dalam hal stabilisasi harga, dan hanya diberikan wewenang untuk mengurusi beras.
Namun dalam perjalanannya, ternyata diamputasinya wewenang Bulog itu telah menimbulkan kartel-kartel baru di komoditas gula, kedelai, jagung, dan daging sapi. Mereka sangat leluasa memainkan harga hingga di atas 100 persen di atas harga internasional yang sangat merugikan rakyat.
[ald]
BERITA TERKAIT: