Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera menyelidiki kebijakan pemerintah yang hobi mengimpor bahan-bahan pangan. keterlibatan KPK diduÂkung politisi Senayan. “Saya menduÂkung langkah KPK memÂbentuk tim monitoring ketahanan pangan. Kebiasaan impor pangan pemeÂrintah sudah sangat mengÂkhawaÂtirkan,†ujar Wakil Ketua KoÂmisi IV DPR Firman SoeÂbagÂyo kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Firman mensinyalir, ada perÂmainan dari para mafia pangan di seÂmua kebijakan impor pangan yang dilakukan pemerintah kaÂrena kebijakan impor pangan saÂngat menguntungkan. “Ada fee yang didapat dari para importir itu, karena biasanya harganya leÂbih murah,†ungkapnya.
Menurut dia, kinerja mafia imÂpor pangan ini sudah sangat terÂorganisir. Ada pihak-pihak yang bertugas menyebarkan isu keÂlangÂkaan dan penahanan stok. Taktik itu untuk membuat reÂsah masyarakat dan menjadikan alasÂan pemerintah membuka kran impor pangan.
Firman mencontohkan masaÂlah kelangkaan kedelai. Akibat isu keÂlangkaan tersebut, pemeÂrinÂtah meÂngeluarkan kebijakan bea keluar nol persen untuk kedelai dan itu merugikan negara Rp 500 miliar.
Kondisi yang sama terjadi pada kelangkaan daging sapi beberapa minggu lalu. Akibatnya, pemerinÂtah punya alasan untuk menambah kuota impor daging. Padahal seÂbeÂlumÂnya, Kementerian Pertanian suÂdah mengurangi kuota impor daÂging. “KPK seharusnya sudah maÂsuk menyelidiki impor pangan kaÂrena merugikan negara,†ujarnya.
Dirjen Perdagangan Luar NeÂgeri Kementerian PerdaÂgaÂngan (Kemendag) Deddy Saleh meÂngaÂtakan, pemerintah segera menÂÂdatangkan beras dari India seÂbaÂnyak 120.000 ton guna meÂnamÂbah cadangan beras nasional daÂlam rangka mencukupi kebuÂtuhÂan awal tahun depan.
Menurutnya, tender sudah final dan kontrak pembelian telah diteÂken antara Perum Bulog dengan eksportir beras di India. “Sudah oke. Tinggal pengapalan saja,†kata Dedi.
Dengan demikian, BuÂlog akan merealisikan impor beÂras 720.000 ton hingÂga akhir 2012. Angka itu 72 perÂsen dari izin impor yang dibeÂrikan KementeÂrian PerdaÂgangan sebaÂnyak 1 juta ton. BuÂlog sebelumnya telah meÂneÂken kontrak pembelian beras deÂngan Vietnam sebanyak 600.000 ton.
MenÂteri Perdagangan (MenÂdag) Gita Wirjawan menyatakan, meski izin impor sudah dikeluarÂkan, pemerintah hanya akan mengÂÂekÂsekusi sebagian dari koÂmitÂmen imÂpor beras akhir tahun ini.
“Itu hanya akan dieksekusi seÂbagian karena alhamdulillah panen bagus,†kata Gita.
Menurut Gita, opsi impor beras terpaksa ditempuh untuk mengaÂmanÂkan stok beras pemerintah yang dikelola Bulog, yakni miÂnimal 2,4 juta ton.
Direktur Utama Perum Bulog SuÂtarto Alimoeso menuturkan, koÂmitmen impor beras pada 2012 menÂcapai 720.000 ton, yakni berÂasal dari India 120.000 ton dan Vietnam 600.000 ton. “MaksiÂmum 600.000-700.000 ton yang akan diimpor, karena kita selalu berhiÂtung jangan sampai stok Bulog kurang dari 2 juta ton,†katanya.
Biaya yang perlu disiapkan untuk mengimpor beÂras sebaÂnyak itu mencapai Rp 3 triliun. Selain India dan Vietnam, Bulog juga menjajaki beras impor dari KamÂboja, namun untuk volume yang kecil.
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Budi SuÂsilo Soepandji mengaku optiÂmis Indonesia akan menjadi pemasok pangan tropis dunia pada 2025 bila peraturan perunÂdangan-unÂdangan soal pangan dilaÂkukan seÂcara konsisten dan diimplemenÂtasikan di lapangan.
Namun, menurut dia, untuk meÂnuju ke sana tantangannya saÂngat berat karena banyak perÂsoalan laÂhan. Misalnya, banyak tanah yang belum dimanfaatkan rakyat. “PerÂlu ada penjabaran konkret agar lahan tak sepeÂnuhÂnya dikuasai segelintir orang,†kata Budi.
Persoalan lahan, lanjut Budi, kerap menjurus pada konflik soÂsial dan berpengaruh pada keÂtaÂhanan pangan, sehingga perlu solusi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk menjawab perÂsoalan itu. “Saya tahu hamÂbatanÂnya luar biasa, namun saya opÂtimis kita bisa melakukannya,†kata Budi. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: